JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyayangkan rencana kenaikan harga eceren bahan bakar minyak bersubsidi urung diterapkan. Padahal, di tengah melambungnya harga minyak mentah dunia, penyesuaian harga eceran premium sangat realistis dilakukan. “Kita realistis saja, tidak mungkin BBM kita tidak naik, harus naik. Karena pada kenyatannya minyak dunia harganya naik terus, dan ini sesuatu yang tidak bisa dihindari. Kami dari kalangan usaha dan bisnis mendukung pemerintah segera menaikan harga BBM,” kata Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto di Jakarta, Jumat (6/4).
Kadin memahami langkah pemerintah yang ingin menaikkan BBM. Sebab, memang tidak mungkin negara terus menerus menyubsidi harga premium, sementara subsidi yang ditujukan bagi kalangan tidak mampu justru dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas. Banyak mobil mewah membeli premium, dan mereka-mereka inilah, menurut Suryo, yang berteriak paling depan kalau BBM dinaikkan.
Ia mengemukakan, Indonesia merupakan negara yang paling murah harga BBM-nya. Itu lantaran guyuran subsidi yang besar. Padahal negara yang lebih miskin dari Indonesia, seperti Filipina, harga jual BBM-nya telah menembus Rp 12 ribu per liter. “Bahkan Vietnam Rp 10 ribu per liter, kita malah masih Rp 4.500,” tandasnya.
Kadin juga tidak mempermasalahkan mengenai pasal tambahan dalam UU APBNP 2012 terkait dengan mekanisme baru untuk penyesuaian harga BBM. Bahkan, ia pernah mengusulkan salah satu penyesuain harga BBM yang diperkirakan dapat mencapai kenaikan hingga Rp 3.500 per liter.
Hanya, kata Suryo, jika benar-benar terjadi kenaikan, maka dana penghematan yang diperkirakan dapat mencapai Rp 100 triliun itu juga harus jelas penggunaannya. “Jadi kita setuju, tetapi kita juga harus tahu digunakan untuk apa,” katanya. Dana penghematan itu dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, pengembangan pemberdayaan UKM, pengentasan kemiskinan, serta peningkatan layanan kesehatan dan pendidikan.
Dalam pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012 disebutkan pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung, apabila harga ICP dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dari asumsi harga ICP yang ditetapkan.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta mengatakan, kenaikan harga premium dapat diambil jika harga rataan ICP minyak dalam enam bulan terakhir telah mencapai USD 120,75 per barel. Harga ICP minyak dalam enam bulan terakhir masih dalam kisaran USD 116 per barel dan masih terjadi deviasi sebesar 11 persen dari asumsi yang ditetapkan dalam APBNP 2012 sebesar USD 105 per barel.
Kendati demikian, Hatta menjelaskan, kenaikan tersebut merupakan opsi terakhir. “Dalam pasal 7 ayat 6a, pemerintah diberikan kewenangan. Kewenangan itu juga tidak mewajibkan kita naik. Saya ingin menegaskan pada sisi itu. Kewenangan itu boleh kita pakai, boleh tidak kita pakai,” kata dia.
Menteri ESDM Jero Wacik menyebutkan deviasi sebesar 15 persen dapat terjadi apabila pada April harga rataan ICP minyak mencapai USD 134,64 per barel. “Kalau ICP April selama sebulan USD 134,64 per barel, maka angka 15 persen di atas ICP bisa terlewati dan bisa menaikkan harga. Tapi kalau kewenangannya sudah ada kan belum tentu juga naik,” tuturnya.
Bila angka tersebut tak tercapai, maka deviasi 15 persen dapat tercapai jika April-Mei rata-rata harga ICP minyak tercatat di kisaran USD 123,8 per barel. Saat ini, harga ICP minyak pada Januari 2012 tercatat USD 115,9 per barel, Februari USD 122,17 per barel, Maret USD 128,14 per barel.
Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan, pemeritah memiliki beberapa opsi soal kebijakan BBM menyusul gagalnya kenaikan harga. Nantinya, bagi masyarakat mampu pengguna mobil diberikan pilihan memakai BBM nonsubsidi atau bahan bakar gas (BBG).
Direncanakan, konversi BBM ke BBG mulai berjalan Mei mendatang. Untuk tahap awal akan dibagikan konverter kit secara cuma-cuma. Saat ini sudah dilakukan proyek percontohan. “Setelah angkot akan berlanjut untuk seluruh kendaraan dinas pemerintah,” katanya.
Sedangkan bagi kendaraan pribadi pemerintah memberikan dua opsi. “Opsi pertama tidak boleh pakai BBM bersubsidi harus BBM nonsubsidi dan opsi ke dua beralih ke BBG, silahkan pilih,” ujar Hidayat. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Salurkan KPR Senilai Rp1,8 Triliun Dalam 3 Bulan
Redaktur : Tim Redaksi