Kadin: Pemerintah Ikut Ciptakan Perlambatan Ekonomi

Minggu, 05 Juli 2015 – 18:43 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang meminta pemerintah jangan menutup mata dengan kondisi ekonomi yang dihadapi dunia usaha saat ini. Pemerintah, menurutnya, harus ekstra kerja keras memulihkan kondisi ekonomi yang sudah mengkhawatirkan dunia usaha.

“Kami sangat berharap agar pertumbuhan ekonomi nasional bisa mencapai 5,5 hingga 6 persen pada triwulan II dan juga pertumbuhan ekonomi Jakarta bisa mencapai di atas 6 persen. Percepatan penyerapan anggaran APBD dan APBN melalui pembangunan berbagai proyek infrastruktur agar dapat lebih dimaksimalkan,” ujar Sarman, Minggu (5/7).

BACA JUGA: Didik: Makin Rontok Ekonomi Kita

Menurut Sarman, percepatan penyerapan APBD dan APBN perlu digenjot, karena memiliki andil besar dalam kasus melambatnya pertumbuhan perekonomian Indonesia.

“Pemerintah dalam hal ini ikut menciptakan perlambatan pertumbuhan ekonomi, karena penyerapan anggaran yang sangat rendah,” katanya.

BACA JUGA: Genjot Rasio Elektrifikasi, Pembangkit 3.793 MW Harus Tuntas Tahun Ini

Dunia usaha, menurut pria yang juga menjabat Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) ini, sangat berharap pemerintah dapat sesegera mungkin mengambil langkah taktis dan strategis, untuk memulihkan kembali kondisi ekonomi dan pasar yang lebih bergairah. Sehingga dunia usaha tidak memiliki kesulitan dan beban dalam memenuhi kewajibannya kepada pekerja.

Sarman mengutarakan pandangannya, karena tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun ini hanya mencapai 4,71 persen. Dengan inflasi mencapai 6,2 persen dan nilai tukar rupiah bertahan di angka Rp 13.250/US Dollar.

BACA JUGA: Bandara Soetta Terbakar, Penumpang Garuda Dialihkan ke Maskapai Lain

“Ekspor Indonesia juga menurun, omzet perusahaan dan pedagang turun drastis, daya beli masyarakat menurun tajam. Ini fakta yang dihadapi saat ini. Bahkan berbagai perusahaan multi nasional sudah mempublis laba mereka di semenster pertama menurun antara 20-40 persen,” ujarnya.

Di tengah kesulitan tersebut kata anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta ini, perusahaan tetap diwajibkan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar satu bulan gaji bagi pekerja yang memiliki masa kerja satu tahun lebih dan perhitungan secara proporsional bagi pekerja yang memiliki masa kerja mencapai tiga bulan, sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja di Perusahaan.

“Pembayaran THR  wajib dibayarkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan. Artinya minggu kedua bulan Juli ini merupakan batas akhir pekerja menerima pembayaran THR dari perusahaan,” katanya.

Melihat kondisi yang ada, Menaker kata Sarman, sah-sah saja mengimbau perusahaan membayar THR dua minggu sebelum lebaran. Akan tetapi semua dikembalikan pada kemampuan dan kesiapan financial masing masing perusahaan.

“Lembaga Bipartit harus dimaksimalkan perannya dalam rangka menjaga keharmonisan hubungan industrial, sehingga dapat dikomunikasikan kapan saat yang tepat pembayaran THR sesuai kesiapan perusahaan,” katanya.

Bagi perusahaan yang tidak memiliki kemampuan membayar THR, Sarman berharap dapat segera melakukan komunikasi dan mendiskusikan dengan pekerja, untuk mencari formula dan solusi yang terbaik, yang tidak merugikan pekerja dan pengusaha,” ujar Sarman.(gir/jpnn)
    

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Jokowi dan Menteri Rini Berjualan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler