Kadin Persoalkan Permen ESDM

Rabu, 21 Maret 2012 – 00:42 WIB

JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) memrotes Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral terutama pasal 8 dan 21. Jika Permen itu diterapkan, maka akan terjadi PHK massal di perusahaan pertambangan.

Hal itu terungkap dalam audensi para pengurus Kadin dari berbagai daerah dengan Ketua Umum Kadin, Suryo Bambang Sulistyo, di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (20/3). Ketentuan dalam Permen ESDM yang dipersoalkan adalah pasal 8 butir 4, yang menyatakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian diberikan Direktur Jenderal atas nama menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
   
Sedangkan Pasal 21 Permen yang sama menyatakan, pada saat Peraturan Menteri No 7/2012 mulai berlaku, pemegang IUP operasi produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya peraturan menteri tersebut dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan sejak berlakunya peraturan menteri itu, atau pada 6 Mei mendatang.
 
“Melihat perkembangan, dinamika dan bagaimana keputusan yang disampaikan itu, kami anggap sudah melawan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah,” kata Ketua Kadin Kalbar Santyoso Tyo.

Lantas apa dampak spesifik yang dirasakan dengan terbitnya Permen ESDM ini? Menurut Tyo, dampak yang langsung dirasakan adalah terancamnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran terhadap karyawan di perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. “Di Kalbar sendiri, karyawan yang tercatat di (Kementerian) ESDM sekitar 20 ribu,” tegas Tyo usai pertemuan.

Selain itu, kata dia lagi, usaha pertambangan ini tidak hanya berkaitan dengan pemegang izin tambang saja. Sebab, usaha pertambangan bekerja sama dengan  pengusaha yang menyediakan angkutan darat seperti dump truck,  dan angkutan sungai semisal ponton.

Para pengusaha itu tentunya juga melakukan leasing dan meminjam uang di bank untuk modal usaha. Sedangkan pengusaha pertambangan juga meminjam di bank, serta harus memenuhi kewajiban pembeli yang sudah memberikan uang panjar.

Tyo menambahkan, modal-modal itu juga diperlukan untuk membangun infrastruktur. “Karena selama ini pemerintah kan tidak siapkan infrastruktur. Kami tidak menggunakan segala sarana umum. Kan begitu. Ini kan jadi masalah buat kami,” katanya.

Sedangkan Suryo Bambang Sulistyo mengatakan, Permen ESDM nomor 7 tahun 2012 itu memang cukup meresahkan. Sebelumnya, kata dia, dari Sulawesi Selatan juga sudah menyampaikan keluhan dan mohon agar masalah ini menjadi perhatian Kadin untuk disampaikan kepada pemerintah.

“Tinggal saya belum ketemu menteri. Saya sudah minta waktu tapi sampai sekarang (menteri) belum ada kesempatannya. Saya akan berusaha,” katanya.

Suryo meminta pemerintah untuk memerhatikan permasalahan ini. “Masalah yang tentunya tidak sederhana bagi teman di daerah, yang punya tambang, ekspor, yang punya kewajiban menyelesaikan pinjaman di bank, yang  terancam harus PHK,” katanya.

“Kita mohon perhatian pemerintah. Ini sangat mendadak dalam tiga bulan bangun smelter rasanya tidak logis,” tambahnya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan: Saya Sudah Sering Ingatkan Direksi Jasa Marga


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler