jpnn.com - JAKARTA - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Manahan Simorangkir memastikan tak ada kebocoran bahan bakar minyak di institusinya. Menurutnya, TNI AL tidak pernah menjual BBM karena kuatonya sudah ditentukan berdasarkan kebutuhan.
"TNI AL tak pernah menjual BBM. Saya harus klarifikasi bahwa bukan TNI AL yang jual minyak. Kita sudah ada SIUP-nya," kata Manahan saat dihubungi wargawan, Senin (15/9).
BACA JUGA: Jokowi-JK Pastikan Miliki 34 Kementerian
Pernyataan ini disampaikan Manahan menyusul terungkapnya penggelapan BBM bersubsidi di Batam, Kepulauan Riau. Dalam kasus penggelapan itu, diduga ada oknum anggota TNI AL yang terlibat.
Manahan menjelaskan kejadian kebocoran di Batam, murni merupakan kegiatan ilegal. "Mereka ini liar dan tak punya SIUP," ujarnya.
BACA JUGA: Saksi Akui Menteri PDT Pernah Jalan Dinas ke Madinah
Menurutnya, ada pihak yang menyediakan barang dan menjualnya. Bahkan, ada pihak yang bertugas menyelundupkannya. "Modusnya sedang didalami Polisi Militer Angkatan Laut," ujarnya.
Dia menjelaskan mekanisme penyuplaian BBM dari Pertamina sangat ketat sehingga bisa meminimalisasi potensi kebocoran. Dalam memperoleh BBM, TNI AL harus mengajukan konsep kebutuhan ke Mabes TNI dan Kementerian Pertahanan. Jika sudah disetujui kemudian diteruskan ke Kementerian Keuangan.
BACA JUGA: Dituding Khianati Demokrasi, SBY Hanya Tertawa
"Kalau sudah ditentukan berapa kuantum dan berapa rupiahnya, baru diteruskan ke Pertamina," jelas Kadispenal.
Pertamina baru akan menyiapkan BBM yang dibutuhkan TNI AL setelah jumlah kuotanya disetujui. Kapal-kapal pengangkut BBM untuk menyuplai ke TNI AL baru bisa bergerak setelah proses itu. "BBM yang dipakai pun bukan jenis BBM bersubsidi," kata Manahan.
Untuk kebutuhan mendesak, TNI AL juga memiliki bunker penyimpanan BBM. "Ada bunker yang dibuat kecil-kecil untuk menjawab kebutuhan BBM apabila Pertamina tidak siap. Ini bukan penimbunan karena sudah sesuai dengan SP3M (Surat Perintah Pelaksanaan Pengambilan BMP)," lanjutnya.
Bunker tersebut diisi oleh depo Pertamina. Hal ini jelas berbeda dengan modus kebocoran yang terjadi di Batam. Menurutnya, kasus di Batam tak ada urusannya sama sekali dengan BBM dari Pertamina untuk TNI AL.
Pihak Pertamina membenarkan mekanisme yang disebutkan TNI AL. Salah satu sumber di internal Pertamina menyebutkan Pertamina menyuplai kebutuhan BBM TNI AL per triwulan. "Menyesuaikan kebutuhan TNI AL," ujarnya.
Pengirimannya dilakukan melalui transportir yang ditunjuk pihak TNI AL atau kapal dari pihak mereka sendiri yang mengangkut. "Jadi, tak ada agen," ujarnya. Sistem seperti itu, kata dia, juga meminimalisasi terjadinya kebocoran di tengah laut. "Apalagi dari kedua belah pihak juga memakai internal audit," katanya.
Untuk pengisian bunker pun, kata dia, pengisiannya hanya untuk kapal perang. Transportir atau kapal tongkang pengangkutnya pun hanya khusus untuk kapal perang, tak boleh digunakan untuk kegiatan kapal niaga umum.
"Pertamina juga sudah menyiapkan Bunker Service Khusus untuk kapal-kapal Perang TNI AL. Jadi, kebocoran supply BBM tak akan terjadi," ujarnya. Jadi, kata dia, bunker service tersebut hanya khusus melayani Kapal-kapal perang TNI AL.
Seperti diketahui, Kepolisian berhasil mengungkap Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) berhasil menemukan transaksi tidak wajar seorang PNS Kota Batam Niwen Khairiah. Dalam kurun waktu 2008 hingga 2013 transaksi keuangannya mencapai Rp 1,3 triliun.
Kemudian setelah kekayaannya ditelusuri tim Bareskrim Polri, diketahui bahwa ternyata uang tersebut berasal dari penjualan BBM ilegal yang dilakukan kakaknya Ahmad Machbub alias Abob.
Dalam kasus ini kepolisian sudah menetapkan lima orang tersangka dan sudah dilakukan penahanan diantaranya Yusri karyawan Pertamina Region I Tanjung Uban, Du Nun alias Aguan alias Anun (40) PHL TNI AL, Aripin Ahmad (33) PHL TNI AL, Niwen Khairiah (38) PNS Pemkot Batam, dan Achmad Machbub seorang pengusaha minyak.
Terhadap lima tersangka dikenakan Pasal 2, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3,Pasal 6 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Hingga kini Kepolisian RI masih mendalami adanya dugaan keterlibatan oknum anggota TNI Angkatan Laut dalam kasus tersebut. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Bakal Hapus Posisi Wakil Menteri
Redaktur : Tim Redaksi