jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza menilai bahwa PDIP tak berani memberi sanksi Joko Widodo (Jokowi) terkait aturan satu keluarga harus satu partai. Menurutnya, PDIP hanya berani sekadar mengingatkan Jokowi adalah petugas partai.
"PDIP hanya bisanya curhat di para kadernya saja, sekadar mengingatkan Jokowi adalah petugas partai. Tapi, PDIP ternyata hanya bisa menerima dengan ngedumel, ketika Kaesang pindah partai, tak berani PDIP sekadar memberikan sanksi kepada Jokowi," kata Efriza saat dihubungi, Kamis (28/9).
BACA JUGA: Kaesang Pangarep jadi Ketum PSI, Mbak Puan: Semoga Bisa Bekerja
"Ini menunjukkan Jokowi paham meski ia petugas partai, kader biasa, tapi ia punya pengaruh yang luar biasa, apalagi ia Penguasa Politik saat ini," sambungnya.
Menurutnya, Jokowi sudah punya posisi tawar terhadap PDIP. Efriza menyebut, secara internal Megawati memang pengambil keputusan tunggal selaku ketua umum. Tetapi secara kekuasaan, Megawati akan meminta nasehat dari Jokowi.
BACA JUGA: Kaesang Masuk PSI, Pakar Curiga Ada yang Tak Beres dengan Jokowi & Megawati
"Artinya ia bukan sekadar Petugas Partai. Malah, memungkinkan secara tak langsung keputusan Megawati bukan atas kesadaran dia sendiri, perenungan panjang dirinya, tetapi terbawa oleh permainan politik Jokowi sebagai penguasa," ucapnya.
Menurut Dedi, PDIP memilih mengabaikan aturan satu keluarga harus satu partai dari peristiwa bergabungnya Kaesang ke PSI. Namun, PDIP akan mempertegas AD/ART untuk mencegah preseden buruk terjadi.
BACA JUGA: Jadi Ketum PSI, Kaesang bin Jokowi Ungkap Pesan Sang Ayah
"PDIP akan mengabaikan peristiwa itu, tetapi AD/ART akan lebih dibuat tegas agar preseden buruk tidak terjadi," katanya.
"Ini menunjukkan mereka (PDIP) cuma bisa curhat, mengingatkan Jokowi dan keluarga tapi tak punya keberanian bertindak tegas, karena posisi Jokowi adalah penguasa politik, ia bukan petugas partai kaleng-kaleng," tuturnya.
Efriza mengatakan, PDIP sudah menyatakan move on dan tak akan memberi sanksi kepada Jokowi dan keluarga. Menurutnya, PDIP sudah melupakan kasus Kaesang dan menerima bahwa Kaesang bukan kader PDIP.
"Bahkan, sudah menunjukkan bodo dengan Jokowi dan keluarganya, mending anaknya Ganjar dijaga agar preseden buruk tak terulang ke depannya," kata dia.
"Artinya, selesai tanpa perlawanan balik dari PDIP, malah mereka menawarkan Kaesang pasca jadi ketua umum PSI untuk dukung Ganjar," tambahnya.
Dia mengatakan, beberapa elite PDIP selalu menggunakan diksi petugas partai kepada Jokowi dan keluarga. Akhirnya diksi itu yang awalnya bermakna baik, malah terkesan menjadi olok-olok.
Pun akhirnya dibalas dengan lebih tegas oleh Kaesang. Efriza menyebut, jika Gibran menggunakan baju 'Petugas Parkir' saat pawai kemerdekaan, sedangkan Kaesang menunjukkan sikap tegas bahwa ia bukan Petugas Partai'.
"ia juga tak mau menjadi "petugas parkir' ia memilih jalannya sendiri jalan ninja, atas keyakinan sendiri dan mengejar impiannya sendiri," ujarnya.
"Jadi tak ada lagi Jokowi tanpa PDIP itu tak ada apa-apanya, tetapi hubungan yang sudah menunjukkan Jokowi punya pengaruh yang tinggi, melebihi kader lainnya," terang Efriza.
Lebih lanjut, Efriza menilai, saat ini PDIP bukan menjadi khawatir dengan PSI karena bergabungnya Kaesang. Tetapi, PDIP lebih akan lebih berhati-hati dalam berbicara tentang Jokowi dan keluarganya.
Sebab, PDIP bisa kehilangan aset individu dengan kualitas dan kekuatan pemilih loyal. Seperti tokoh populer layakya Jokowi, Gibran, maupun Bobby Nasution.
"PDIP memang punya tokoh populer, tetapi belum tentu punya tokoh dengan DNA keterpilihan di Pemilu, seperti Jokowi dan keluarganya," ujarnya.
Dia menyebut, meski PDIP punya perolehan suara tinggi, tetapi ketokohan Puan Maharani dari segi elektabilitas yang diajukan sebagai capres/cawapres, kalah dengan Gibran yang didorong cawapres. Padahal umurnya belum mencukupi aturan persyaratan capres/cawapres.
Sehingga, kedepan PDIP akan lebih memilih tidak beresistensi dengan Jokowi dan Keluarga. Jika tidak individu-individu keluarga Jokowi akan santai saja meninggalkan PDIP, lalu bergabung bersama membangun dinasti Jokowi dalam pengelolaan kepartaian di PSI.
"Ini juga dikhawatirkan PDIP, seperti siapa yang diajukan di Jawa Tengah atau DKI Jakarta jika ditinggalkan Kaesang, padahal Kaesang berpotensi menang, dan didukung ke Jakarta atau Jawa Tengah," ucapnya.
"Bahkan, diyakini, Kaesang meskipun di PSI, jika maju ke walikota Depok, juga dipertimbangkan oleh PDIP. Sebab sebenarnya PDIP, mau tapi gengsi sama Kaesang," pungkasnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif