Tahiti menjadi tim bulan-bulanan di Piala Konfederasi. Di semua pertandingan mereka selalu menderita kekalahan. Skor yang tercipta selalu telak. Penderitaan mereka baru berhenti ketika fase grup berakhir Senin (24/6) dini hari.
Total mereka kebobolan hingga 24 gol. Enam gol saat kontra Nigeria, sepuluh gol saat bersua Spanyol, dan delapan gol saat menghadapi Uruguay. Mereka hanya mampu mencetak satu gol selama mengikuti turnamen.
Namun, kekalahan 24-1 itu tak membuat tim berjuluk Toa Aito itu kehilangan muka. Sebab, mereka masih mampu menang di luar lapangan hijau. Yakni, simpati dari publik tuan rumah. Sejumlah suporter tuan rumah bahkan membawa spanduk berisi motivasi buat anak asuhan Eddy Etaeta itu selama mereka bertanding.
Tahiti kini memang seperti menjadi ikon lain Piala Konfederasi 2013. Mereka dielu-elukan bukan karena permainannya. Tapi karena keunikan mereka baik di lapangan maupun di luar lapangan. Mulai dari membagikan kerang ke pemain dan ofisial lawan hingga selebrasi unik saat mencetak satu-satunya gol di turnamen.
Sejumlah media bahkan menganggap Piala Konfederasi tidak akan sama lagi tanpa Tahiti. Tahiti disenangi karena unik, tapi juga dipuji karena tetap bermain fair meski berada di level berbeda. "Kami sebenarnya tak mau lagi menderita kekalahan. Tapi masalahnya, kami tak bisa membuat lawan berhenti menyerang gawang kami," kata Etaeta.
Dia mengungkapkan, Tahiti tetap akan pulang dengan kepala tegak. Mereka akan pulang dan disambut warga Tahiti dengan bangga. Mereka paling tidak sudah mengharumkan nama Tahiti di kancah internasional. "Turnamen ini menunjukkan perbedaan antara yang kecil dan yang raksasa di sepakbola. Tapi kami terus belajar," ungkapnya.
"Turnamen sudah berakhir buat kami. Tim sudah banyak belajar dari apa yang terjadi di sini. Di luar simpati dan skor telak yang kami dapatkan, kami akan tetap berusaha meningkatkan permainan. Meskipun itu sedikit demi sedikit," kata Etaeta seperti dikutip insidefutbol.com. (aga )
Total mereka kebobolan hingga 24 gol. Enam gol saat kontra Nigeria, sepuluh gol saat bersua Spanyol, dan delapan gol saat menghadapi Uruguay. Mereka hanya mampu mencetak satu gol selama mengikuti turnamen.
Namun, kekalahan 24-1 itu tak membuat tim berjuluk Toa Aito itu kehilangan muka. Sebab, mereka masih mampu menang di luar lapangan hijau. Yakni, simpati dari publik tuan rumah. Sejumlah suporter tuan rumah bahkan membawa spanduk berisi motivasi buat anak asuhan Eddy Etaeta itu selama mereka bertanding.
Tahiti kini memang seperti menjadi ikon lain Piala Konfederasi 2013. Mereka dielu-elukan bukan karena permainannya. Tapi karena keunikan mereka baik di lapangan maupun di luar lapangan. Mulai dari membagikan kerang ke pemain dan ofisial lawan hingga selebrasi unik saat mencetak satu-satunya gol di turnamen.
Sejumlah media bahkan menganggap Piala Konfederasi tidak akan sama lagi tanpa Tahiti. Tahiti disenangi karena unik, tapi juga dipuji karena tetap bermain fair meski berada di level berbeda. "Kami sebenarnya tak mau lagi menderita kekalahan. Tapi masalahnya, kami tak bisa membuat lawan berhenti menyerang gawang kami," kata Etaeta.
Dia mengungkapkan, Tahiti tetap akan pulang dengan kepala tegak. Mereka akan pulang dan disambut warga Tahiti dengan bangga. Mereka paling tidak sudah mengharumkan nama Tahiti di kancah internasional. "Turnamen ini menunjukkan perbedaan antara yang kecil dan yang raksasa di sepakbola. Tapi kami terus belajar," ungkapnya.
"Turnamen sudah berakhir buat kami. Tim sudah banyak belajar dari apa yang terjadi di sini. Di luar simpati dan skor telak yang kami dapatkan, kami akan tetap berusaha meningkatkan permainan. Meskipun itu sedikit demi sedikit," kata Etaeta seperti dikutip insidefutbol.com. (aga )
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Jakarta Dilempari Oknum, Di Pekanbaru Dihadang Asap
Redaktur : Tim Redaksi