Kalau Teken UU Berarti Setuju, Kok Keluarkan Perppu?

Kamis, 02 Oktober 2014 – 07:26 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Rencana Presiden SBY yang akan menandatangani UU Pilkada untuk kemudian membatalkannya dengan mengeluarkan PerpPu Pilkada dikritik keras sejumlah kalangan.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Bandung Jawa Barat Prof Dr Asep Warlan Yusuf mengatakan rencana SBY tersebut sangat tidak logis dan para pihak yang mendukung dikeluarkannya perppu jelas tidak memahami lantaran kepentingan politik dan hukum.

BACA JUGA: Jimly: Hakim MK Harus Lihat Pesan Moral UU Pilkada

”Langkah itu jelas tidak logis. SBY sebagai presiden sudah menugaskan menteri dalam negeri sebagai wakilnya untuk membahas UU itu di DPR. Pemerintah melalui Mendagri sebagai perwakilan presiden sudah menerima substansinya UU itu dan mendagri tidak mengajukan keberatan. Lah kok sekarang SBY mau mengajukan Perppu? Untuk apa dia mengutus Mendagri untuk membahas kalau Mendagri tidak membawa misi presiden? Kenapa gak dia sendiri saja yang ikut membahas biar keberatan langsung didengar,” ujar Asep kepada INDOPOS (Grup JPNN) di Jakarta, Rabu (1/10).

Rencana mengeluarkan Perppu ini jelas menunjukkan SBY sebagai presiden tidak konsekuen sekaligus menunjukkan ketidakpahaman SBY akan isi UUD.

BACA JUGA: Annas Pilih Dolar Singapura Agar tak Berat Bawa Uang

Dalam UUD tertulis RUU itu dibahas dan disetujui bersama antara Presiden dan DPR. Jadi menurutnya SBY tidak bisa mengatakan dirinya tidak membahas hal itu dan tidak menyetujuinya.

”Kalau SBY mau mengubah isinya setelah disetujui, jelas SBY tidak konsekuen. SBY seharusnya membaca pasal 20 ayat 2 UUD 1945 yang isinya setiap rancana undang-undang dibahas DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Sekarang RUU itu sudah dibahas dan disahkan bersama,lantas sekarang dia mau ubah itu?” ujar Guru Besar Hukum Tata Negara ini keheranan.

BACA JUGA: Hari Ini 4 Juta Jamaah Berangkat ke Arafah

Lagipula menurutnya sangat tidak masuk akal kalau SBY menandatangani UU itu kemudian langsung mengeluarkan Perppu.

”Di manapun orang membubuhkan tanda tangan itu sebagai bukti dirinya memberikan persetujuan atas sesuatu yang dituliskan. Lah’ kalau dia tanda tangan yang artinya setuju, lantas dia keluarkan Perppu, untuk apa dia tanda tangani itu,” imbuhnya.

Ia menganalogikan, seseorang yang sudah menandatangani surat utang, namun setelah uang utangan itu dicairkan. Sekonyong-konyong orang tersebut membuat surat yang isinya menolak atas utang itu.
 
Selain itu, SBY sebelumnya menginginkan agar 10 opsi yang diajukannya diterima DPR sebelum disahkan. Tapi ketika itu ditolak, dia mau mengeluarkan Perppu.

’’Negara tidak dijalankan seperti itu ketika keinginan kita tidak diakomodir, dia keluarkan Perppu. Itu tidak fair. Perppu dikeluarkan hanya kalau kondisi genting dan mendesak dan jika tidak ada kondisi itu, maka UU tidak bisa diubah dengan Perppu,” jelasnya.

Untuk para pendukung Perppu, Asep mengingatakan jika Perppu Pilkada ini dikeluarkan, maka ini bisa jadi preseden buruk ke depannya. Sebab presiden tanpa mempedulikan keadaan yang genting dan mendesak seperti yang dipersyaratkan UU. Kali ini Asep menganalogikan kalau Ibas (Edhie Baskoro Yudhoyon) menjadi tersangka KPK. Lantas sang bapak (SBY) menerbitkan Perppu untuk membubarkan KPK agar anaknya tidak ditahan KPK. ”Apakah kira-kira hal ini diterima? Yang bener saja dong,” lontarnya sinis.
 
Lagipula menurutnya SBY tetap mengeluarkan Perppu, hal itu pun tidak ada gunanya. Karena Perppu tidak bisa dijadikan landasan hukum.  KPU contohnya tidak bisa menjalankan Pemilu hanya berlandaskan Perppu, karena Perppu itu harus diterima DPR dan disahkan dulu sebagai UU.

”Kalau dalam sidang pertama Perppu itu ditolak, maka juga tidak bisa dipakai. Dan yang berlaku adalah UU lama. jadi satu-satunya jalan bagi SBY maupun pihak yang tidak setuju dengan UU Pilkada adalah dengan berjuang di MK, atau berjuang untuk mengamademen UU itu pada periode DPR yang baru  ini,” terang Asep.
 
Kalau Presiden SBY tetap bersikeras mengeluarkan Perppu, maka menurut Asep akan terjadi lagi aksi dimana SBY dipermalukan, karena SBY tidak punya basis kebijakan yang kuat. SBY juga akan dianggap menyesatkan bangsa Indonesia.

”Sekali lagi Perppu diterbitkan untuk menjalankan kekuasaan yang sah tapi darurat. Kalau situasi politik bukan darurat seperti saat ini maka tidak ada kondisi memaksa dan darurat. Masak karena beberapa demo saja dan dibully di media ssosial lantas dia langsung mengeluarkan Perppu. Murahan sekali Perppu itu. Janganlah pernah takut dengan demo-demo yang mengatasnamakan rakyat,” pungkasnya. (ind)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Publik Butuh TV tanpa Maksiat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler