jpnn.com, JAKARTA - Ahmad Dhani mengaku mendukung pembebasan narapidana (napi) di tengah pandemi Corona (Covid-19).
Namun, dia menegaskan bukan pendukung rezim pemerintahan Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Ahmad Dhani Kembali Berkoar, Sebut Ada Konspirasi di Balik Virus Corona, Indonesia Akan Tunduk
“Saya bukan pendukung rezim. Tetapi soal pembebasan napi, saya setuju dengan Yasonna (Menkum HAM, Yasonna Laoly),” ujar Dhani, Senin (20/4).
“Saya pernah mendapatkan perlakuan ‘khusus’ oleh Yasona sebagai tahanan politik. Tapi itu tidak mengaburkan objektivitas saya sebagai manusia yang berakal sehat dalam berasumsi. Saya mungkin masih sakit hati, tapi keputusan untuk melepas 30 ribu napi itu adalah keputusan yang tepat,” katanya.
BACA JUGA: Begini Suasana Karantina di Rumah Ahmad Dhani dan Keluarga
Ada beberapa alasan kenapa Dhani mendukung pembebasan napi terkait asimilasi dan integrasi pemerintah.
Pertama, rutan dan lapas sudah over kapasitas, 300 sampai 400 persen. “Jadi tidak mungkin diberlakukan social distancing di lokasi yang over capacity,” kata dia.
BACA JUGA: Din Syamsuddin Minta Jokowi Fokus Tangani Corona Ketimbang Kartu Prakerja
Soal over kapasitas di rutan dan lapas, Dhani terang-terangan menyalahkan Jokowi.
“Kesalahan ada pada Jokowi, satu periode ngurus over capacity di rutan dan lapas saja tidak bisa, kok mau pindah ibukota?” sindirnya.
Alasan kedua Dhani mendukung pembebasan napi, penanganan kesehatan di rutan dan lapas itu tidak seperti di rumah sakit biasa yang tidak butuh birokrasi.
“Jadi tahanan atau napi yang sakit asam lambung saja bisa tewas seketika hanya karena sibuk urus birokrasi dulu,” kata suami Mulan Jameela ini.
Yang ketiga sekaligus permintaah Dhani, jika memungkinkan, lepas semua tahanan narkoba yang terbukti hanya pemakai.
Menurutnya, mereka harusnya direhab, bukan dipenjara yang akan menambah sesak rutan dan lapas.
Terkait mantan napi yang kembali berulah setelah keluar penjara, hemat Ahmad Dahani, itu hanya margin of error. Dan margin error-nya berkisar 1 persen sampai 2 persen.
“Jadi jika ada 300 sampai 600 napi melakukan kejahatan kembali itu wajar-wajar saja dalam ilmu statistik. Masih di dalam kisaran margin error. Tapi saya yakin 98 persen napi yang bebas itu lebih banyak manfaatnya untuk pandemik dari pada 98 persen dari mereka itu ada di dalam penjara,” ucapnya. (rmol)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti