jpnn.com, SAMARINDA - Kalimantan Timur (Kaltim) berpeluang besar menjadi lokasi baru ibu kota negara, jika nantinya jadi dipindahkan dari Jakarta.
Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi memastikan, Benua Etam tak serta-merta melepas tambang batu bara. Bila provinsi ini kelak menjadi ibu kota negara.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Ini Usulan Iwan Fals soal Pemindahan Ibu Kota
Sebaliknya, pernyataan itu menuai pertentangan oleh sejumlah kalangan. Sejatinya, ibu kota negara bebas dari aktivitas penambangan batu bara.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim Syafruddin mengatakan, jika ibu kota negara pindah ke Kaltim, sejatinya potensi pendapatan akan beralih dari pertambangan menjadi jasa. Dia menilai, sentral aktivitas negara tentu akan terpusat di Kaltim.
BACA JUGA: Iwan Fals Usul Nama Ibu Kota setelah Dipindah, Bagaimana Menurut Anda?
Dia mencontohkan DKI Jakarta yang merupakan ibu kota Indonesia sekarang. Sumber penghasilannya didapat dari pajak dan jasa. Menurutnya, sektor tersebut sangat potensial dan tidak merusak alam.
BACA JUGA: Ada 2 Partai Pengusung Jokowi tak Suka Bu Susi jadi Menteri Lagi?
BACA JUGA: Jokowi Pengin Pindahkan Ibu Kota, Deddy Dhukun: Jakarta Tetap Nomor Satu
Bahkan, Jakarta tidak memiliki sumber penghasilan yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam (SDA). “Tapi pendapatannya besar karena ekonominya bertumbuh pesat,” ujarnya.
Di samping itu, lanjut dia, pemerintah pusat tentu akan memberikan perhatian lebih kepada ibu kota. Dia pun setuju, bila ibu kota bebas tambang. Ketua PKB Kaltim itu juga mendukung rencana pemerintah pusat memindahkan ibu kota negara ke Benua Etam.
Apalagi, infrastruktur di Kaltim dianggapnya sudah menunjang. Pembangunan akan semakin pesat jika ibu kota negara benar-benar pindah ke provinsi ini. “Sokongan dananya besar, Rp 400 triliun lebih,” kata dia.
Dia juga setuju bila Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto menjadi lokasi ibu kota. Menurutnya, tahura berbeda dengan karst yang menjadi sumber cadangan air.
“Bukit Soeharto hutan. Kalau dikaji, potensi kerusakan alam tidak akan berpengaruh besar. Apalagi kalau serius membangun pusat pemerintahan di sana, aktivitas pertambangan di sana bisa dihilangkan,” beber calon legislatif yang kembali terpilih lewat Daerah Pemilihan (Dapil) Balikpapan itu.
Dia menegaskan, Kaltim harus siap beralih sumber pendapatan jika mau menjadi ibu kota negara. Lagi pula pendapatan dari dana bagi hasil (DBH) hanya Rp 3,5 triliun. Nilai tersebut lebih kecil daripada pendapatan asli daerah (PAD) yang mencapai Rp 5 triliun.
“Artinya, kalau eksploitasi batu bara disetop, perlu menguatkan sektor PAD. Misalnya pajak dan jasa. Kerusakan lingkungan bisa dihindari,” ungkapnya.
Diwawancarai terpisah, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam Kaltim) Pradarma Rupang mengatakan, pemindahan ibu kota negara harusnya bisa membuat Kaltim berdiri tanpa pertambangan. “Seharusnya bisa. Kewenangan kan di kepala negara,” sebut dia.
Kendati demikian, pihaknya tidak menyetujui ibu kota berlokasi di Tahura Bukit Soeharto. Sebab, hutan konservasi tersebut menjadi salah satu penyangga cadangan air bagi empat wilayah di Kaltim. Yakni, Balikpapan, Samarinda, Kutai Kartanegara (Kukar), dan Penajam Paser Utara (PPU). “Tahura jadi salah satu pemasok oksigen terbesar di provinsi ini. Keberadaannya sangat vital,” terangnya.
BACA JUGA: Terungkap, Ribuan Suara Milik Sejumlah Partai Bergeser ke NasDem
Menurutnya, membuka kawasan tersebut akan mengakibatkan bencana alam dan krisis bagi wilayah sekitarnya. Sebaiknya ibu kota negara bukan berlokasi di tahura.
“Sekarang di Kaltim ada 2,4 juta hektare lahan bekas konsesi tambang yang telah kembali ke negara. Itu lebih ideal. Buktikan bahwa logika reklamasi pascatambang benar-benar terjadi untuk perkantoran,” pungkasnya.
Diwartakan sebelumnya, Kaltim menjadi kandidat terkuat lokasi ibu kota negara yang baru. Lokasi di antara PPU dan Kukar. Pertanyaannya kemudian, apakah ibu kota pengganti Jakarta itu akan tetap memiliki tambang batu bara? Atau sebaliknya bebas dari penambangan yang kerap merusak lingkungan itu.
Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan, jika Benua Etam diputuskan jadi ibu kota negara, bukan berarti provinsi ini bebas dari tambang batu bara. Namun, industri tambang akan dikurangi. Ada pembatasan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP).
“Masak iya di rumah ada emas dibiarkan saja. Mau makan apa? Yang jelas pemanfaatannya tidak merusak lingkungan. Harus dijaga sebaik-baiknya,” ujar dia. (*/dq/rom/k16)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Beberapa Caleg DPR Lolos, Ada Mantan Kapolda, Eks Gubernur
Redaktur & Reporter : Soetomo