jpnn.com, PNOM PENH - Saat semua perhatian tertuju ke Myanmar, pergolakan politik terjadi di Kamboja. Pemimpin partai oposisi di negara anggota ASEAN itu, Kem Sokha, dijebloskan ke penjara pada Minggu malam (3/9).
Dua hari kemudian, pengadilan resmi mendakwanya melakukan pengkhianatan dan memata-matai pemerintah. Yaitu, melalui konspirasi dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk menggulingkan pemerintahan.
BACA JUGA: Tak Mempan Disanksi, Korut Bangga Bikin Dunia Marah
Jika terbukti bersalah, ketua Cambodia National Rescue Party tersebut bisa mendekam di penjara selama 15–30 tahun.
’’Saya mungkin kehilangan kebebasan, tapi semoga kebebasan di Kamboja tidak pernah mati,’’ cuit Kem Sokha di akun Twitter-nya pada Senin (4/9).
BACA JUGA: Mencekam! Rudal Korut Mulai Bergerak
Pengadilan Negeri Phnom Penh menyatakan bahwa Sokha telah membuat rencana rahasia dan berkonspirasi dengan orang asing.
’’Rencana rahasia itu diterapkan sejak 1993–2013.’’ Demikian pernyataan yang dirilis pengadilan. Tidak dijelaskan rencana rahasia yang dimaksud.
BACA JUGA: Amerika Serikat: Kim Jong Un Mendambakan Perang
Tetapi, website propemerintah, Fresh News, menyatakan bahwa mereka memiliki video saat Sokha mendiskusikan cara menggulingkan Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen dengan dukungan dari AS.
Sokha memang berencana maju dalam pemilu tahun depan. Dia adalah kandidat kuat untuk mengalahkan Hun Sen, pemimpin Cambodian People's Party yang telah berkuasa selama 3 dekade.
Dakwaan yang dialamatkan pada Sokha tentu saja langsung dibantah oleh oposisi karena berbau politis. ’’Prosedur resmi penangkapannya sudah salah dan dakwaannya tidak benar,’’ ujar pengacara oposisi Pheng Heng.
Uni Eropa (UE) juga menyerukan agar Sokha segera dibebaskan. Sebagai anggota parlemen, dia seharusnya memiliki kekebalan hukum. Jadi, dia tidak serta-merta bisa ditangkap begitu saja.
Hal senada diungkapkan oleh Departemen Luar Negeri AS yang menyebutkan bahwa penahanan Sokha bermotif politik.
Sokha memang salah satu orang yang vokal mengkritik pemerintah. Padahal, selama memimpin Kamboja, Hun Sen dikenal antikritik. Media-media dibungkam.
Beberapa stasiun radio yang kerap mengkritik pemerintah sudah ditutup dengan tudingan melanggar aturan. Media berbahasa Inggris, Cambodia Daily, juga dipaksa menutup bisnisnya setelah disodori pajak yang sangat tinggi. (Reuters/Time/sha/c20/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Agenda Donald Trump Hari Ini: Membunuh Mimpi 886 Ribu Anak Imigran
Redaktur & Reporter : Adil