jpnn.com - jpnn.com - Wakil Ketua Umum Kader Muda Demokrat (KMD), Kamhar Lakumani menyampaikan protes keras terkait peristiwa aksi yang dilakukan sekelompok orang di kediaman pribadi Presiden Ke-6 RI sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, selain melanggar aturan juga menjadi preseden buruk dalam proses pembangunan demokrasi.
“Kami meyakini, peristiwa ini menyakiti hati rakyat. Rakyat terus memonitor yang pada saatnya akan mengambil sikap tegas,” kata Kamhar dalam keterangan persnya, Senin (6/2).
BACA JUGA: Demokrat: Apa yang Terjadi dengan Kepolisian Kita?
Pada kesempatan itu, Kamhar mengungkapkan bahwa pemilihan Gubernur DKI Jakarta semakin dekat. Hal ini juga berbanding lurus dengan semakin tingginya tensi dan dinamika politik yang menyita perhatian nasional.
Menurutnya, berawal dari pelecehan terhadap surat al-maidah ayat 51 oleh Ahok yang kini terdakwa kasus penistaan agama telah memancing dan menimbulkan reaksi umat Islam.
BACA JUGA: Demo di Rumah SBY Melanggar Undang-Undang
Reaksi tersebut dapat dilihat melalui aksi bela Islam I yang dikenal sebagai aksi 411 dan aksi bela Islam II atau aksi 212 yang tercatat dengan tinta emas dalam sejarah aksi Indonesia. Karena aksi ini diikuti jutaan umat dari berbagai daerah di Indonesia yang berlangsung dengan tertib, santun dan dalam suasana kebathinan yang khidmat, teduh dan membanggakan.
“Aksi ini kemudian oleh para pendukung Ahok direspons dengan membuat aksi ‘kebhinekaan’ yang sudah barang tentu tak sebanding dengan kerayaan aksi bela Islam,” katanya.
BACA JUGA: Rumah SBY Didemo Mahasiswa, Polisi ke Mana?
Menurutnya, dinamika ini didesain sedemikian rupa yang dibekingi kekuatan besar dan pemodal untuk menstigmakan bahwa yang menolak dan mengecam Ahok atau umat Islam secara umum adalah anti kebhinekaan. Sementara aksi bela Islam termasuk terbitnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dituduhkan sebagai aksi bayaran dan fatwa pesanan yang dibekingi oleh SBY untuk kepentingan politik Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang ikut berlaga dalam kontestasi Pilgub DKI.
Kamhar mengungkapkan Ahok malah menyebut massa aksi dibayar sebesar Rp 500 ribu per orang. Sungguh merupakan penyesatan ketika umat Islam dianggap anti kebhinekaan termasuk tuduhan pada pasangan AHY-Sylvi yang menjadi kompetitor Ahok sebagai anti kebhinekaan.
“Fitnah yang keji serta pelecehan terhadap umat Islam secara umum dan pelecehan terhadap lembaga MUI,” kata Kamhar.
Penyesatan ini, kata dia, merupakan bentuk pembodohan masyarakat, namun masyarakat juga tahu pasti bahwa sebagai mayoritas, umat Islam lah yang berkontribusi terbesar dalam membangun, menjaga dan merawat kebhinekaan.
“Pak SBY selama dua periode menjadi Presiden RI berhasil membuat bangunan kebhinekaan semakin kokoh dan harmonis. AHY sendiri lahir dan besar dalam lingkungan yang sangat menjunjung tinggi kebhinekaan, berlatar belakang sebagai TNI, anak SBY dan cucu dari Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo yang memimpin penumpasan G 30 S PKI untuk memastikan Pancasila dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika tetap menjadi landasan bangsa,” tegas Kamhar.
“Bahkan paman AHY ada yang beragama Katolik dan Istrinya sendiri dari suku Batak. Keluarga AHY adalah potret dan cerminan kebhinekaan yang sesungguhnya. Akan sangat jauh berbeda jika disandingkan dengan profil keluarga Ahok. Jadi isu kebhinekaan merupakan penyesatan untuk kepentingan politik Ahok yang justru nalar dan akal sehat kita menilai Ahok dan kroninya lah perusak kebhinekaan dan menjadi biang kegaduhan,” katanya lagi.
Menurutnya, kegaduhan ini diperparah lagi dengan tuduhan dan fitnah Ahok terhadap SBY dan KH. Ma'ruf Amin dipersidangan tentang penyadapan yang menimbulkan kemarahan umat. Hal tersebut semakin menegaskan Ahok sebagai "politikus hitam" yang gemar menghalalkan segala cara untuk mencapai kekuasaan sekaligus menuai kontroversi dari banyak pihak yang mengindikasikan Ahok mendapat keistimewaan dari penguasa dan penegak hukum.
“Tudingan ini membuat SBY memberikan respons yang menyadarkan publik akan adanya indikasi kuat penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) serta pelanggaran terhadap hak-hak warga negara. Respons ini sekaligus sebagai pembelajaran bagi bangsa ini dalam pendewasaan demokrasi,” katanya.
Ia menyayangkan karena ditanggapi secara defensive dan negatif oleh para pendukung Ahok yang dibekingi penguasa dengan memanipulasi dan mendesain kegiatan Jambore Mahasiswa yang lagi-lagi diberi label "menjaga kebhinekaan" yang menghasilkan rekomendasi untuk melakukan aksi di kediaman pribadi Pak SBY. Sungguh sangat tidak bermoral dan melanggar azas. Undang-Undang tak bolehkan unjuk rasa di rumah pribadi.
Karena itu, Kamhar menegaskan Kader Muda Demokrat berpandangan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa dan pintar menghargai, utamanya para pendahulu dan senior-senior yang telah berjasa besar bagi bangsa dan negara.
“Pak SBY adalah putra terbaik bangsa yang telah mendedikasikan dan mengabdikan diri untuk kemajuan bangsa dan negara ini di semua dimensi kehidupan. Sungguh sangat keterlaluan, tidak beretika dan tidak bermoral apa yang dilakukan para pedemo yang dibekingi "politikus hitam" hari ini di kediaman SBY,” tegas Kamhar.
Kader Muda Demokrat percaya dan meyakini rakyat semakin cerdas untuk memahami dan menilai secara objektif proses politik yang sedang berjalan, meski pun rekayasa yang dilakukan di dukung kekuasaan dan modal namun semakin kesini semakin terang benderang terungkap dimana para "ahli fitnah" berdiri, dan seperti apa bentuk kolaborasinya dengan "politisi hitam”.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seharusnya NU Tidak Terserat di Pilkada DKI
Redaktur & Reporter : Friederich