jpnn.com - JAKARTA - Pembelaan Joko Widodo (Jokowi) yang berdalih tidak tahu aturan mengenai larangan kampanye di kawasan Monumen Nasional (Monas) menunjukan ketidakdewasaannya dalam berpolitik.
Menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, Jokowi seharusnya minta maaf bukan membela diri.
BACA JUGA: Tumpak Hutabarat, Sehari Terima Puluhan Tamu untuk Urusan CPNS
Sebagai Gubernur DKI Jakarta, capres nomor urut 2 itu seharusnya mengetahui larangan yang tertuang dalam SK Gubernur dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Nggak mungkin nggak tahu, sebagai gubernur harusnya paham aturan itu. Kalau memang khilaf, Jokowi harus minta maaf,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (25/6).
Hendri menduga, Jokowi dan tim suksesnya mulai tidak yakin memenangkan pertarungan 9 Juli mendatang. Ketidakyakinan itu yang membuat mereka mencuri-curi kesempatan kampanye di tempat terlarang. Sebelumnya, Jokowi kampanye saat pengambilan nomor urut capres cawapres, 1 Juni lalu
BACA JUGA: Ruhut tak Takut Dipecat SBY karena Dukung Jokowi
“Jokowi seperti tidak pede menang. Kalau yakin menang, ya patuhi aturan yang berlaku,” katanya. Selain itu, Selain itu Hendri mengkritisi gaya kampanye Jokowi yang kerap menyindir lawan politiknya. Misalnya, Jokowi mengungkapkan track record-nya di pemerintahan yang tidak dimiliki Prabowo.
“Jalur Jokowi di birokrasi. Porsinya sebagai mantan walikota Solo dan gubernur Jakarta yang dia tinggalkan. Sementara Prabowo di militer. Dua-duanya punya jasa. Kalau mau banding-bandingin, Jokowi juga tidak pernah perang seperti Prabowo,” tuturnya.
BACA JUGA: Pensiunan PNS Golongan IV C Dapat Tunjangan Rp 30 Juta
Hendri berharap, pasangan capres cawapres bisa bersaing secara sehat dengan tidak saling menjatuhkan. Sebab, sikap mereka menjadi panutan para pendukungnya. Pendukung akan saling menyerang saat sang pemimpin melakukan serangan.
"Calon pemimpin harus menunjukan kedewasaannya dalam berdemokrasi. Harus menggunakan cara-cara elegan. Terkait kampanye di Monas, Jokowi harus ‘disentil’. Kalau memang tidak tahu aturan, harus diingatkan,” tegas Hendri.
Seperti diberitakan sebelumnya, Minggu (22/6) Jokowi memanfaatkan kegiatan ‘Gerak Jalan Revolusi Mental’ untuk kampanye. Kegiatan yang menggunakan izin jalan pagi itu berlangsung di Monas yang merupakan white area.
Aturan itu tertuang dalam SK Gubernur Nomor 1389/07.17 tanggal 18 Juli 2008 tentang Lokasi-Lokasi Larangan Pemasangan Alat Peraga Kampanye. Serta Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Nomor 39 Tahun 2013 tentang Ketentuan Lokasi Kampanye dan Pemasangan Alat Peraga Kampanye di DKI Jakarta pada Pemilu 2014. (rmo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingatkan Pendukung Jokowi Hindari Kekerasan agar Pilpres Bawa Kegembiraan
Redaktur : Tim Redaksi