JAKARTA – Penggunaan jasa event organizer untuk menangani suatu kampanye partai politik, masih dalam perdebatan. Untuk itu Liaison Officer KPU, Bawaslu dan DKPP Sudiatmiko Ari Bowo, meminta peraturan keterlibatan EO harus diatur lebih baik agar jangan sampai mengganggu proses Pemilu di kemudian hari.
“Saya melihat peluang untuk digugat, ada ke arah sana. Makanya harus diatur dari sekarang. Kalau tidak, nanti pasca Pemilu mungkin akan dipermasalahkan. Akhirnya proses Pemilu menjadi panjang dana berlarut-larut,” katanya di sela-sela diskusi yang digelar Komunitas Jurnalis Peduli Pemilu (KJPP) di Jakarta, Jumat (25/1).
Dia menerangkan, dalam Pasal 5 ayat 4 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2013 disebutkan, organisasi pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota, adalah organisasi yang ditunjuk peserta Pemilu. Antara lain organisasi sayap parpol peserta Pemilu dan atau organisasi penyelenggara kegiatan.
Sementara dalam ayat 5 ditegaskan, organisasi penyelenggara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4, adalah badan hukum yang didirikan dan dikelola oleh warga negara Indonesia serta tunduk kepada hukum NKRI.
Artinya dengan adanya kalimat badan hukum, bisnis kreatif berupa EO menurut Sudiatmiko, dimungkinkan mengelola kampanye partai politik maupun calon anggota legislatif. Namun bagi sebagian pihak, kemungkinan pasal ini akan dinilai melampaui undang-undang Pemilu yang ada.
Sebab dalam Pasal 79 UU Pemilu Nomor 8 tahun 2012 hanya menyebutkan, pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, juru kampanye pemilu, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Dalam pasal ini sama sekali tidak diatur EO atau badan hukum.
“Jadi agar tidak menimbulkan masalah, saya pikir dari sekarang harus diatur dengan jelas. Jangan sampai ketika KPU perbolehkan bisnis kreatif kelola kampanye dan telah berjalan, nantinya menimbulkan masalah,” katanya.(gir/jpnn)
“Saya melihat peluang untuk digugat, ada ke arah sana. Makanya harus diatur dari sekarang. Kalau tidak, nanti pasca Pemilu mungkin akan dipermasalahkan. Akhirnya proses Pemilu menjadi panjang dana berlarut-larut,” katanya di sela-sela diskusi yang digelar Komunitas Jurnalis Peduli Pemilu (KJPP) di Jakarta, Jumat (25/1).
Dia menerangkan, dalam Pasal 5 ayat 4 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2013 disebutkan, organisasi pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota, adalah organisasi yang ditunjuk peserta Pemilu. Antara lain organisasi sayap parpol peserta Pemilu dan atau organisasi penyelenggara kegiatan.
Sementara dalam ayat 5 ditegaskan, organisasi penyelenggara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4, adalah badan hukum yang didirikan dan dikelola oleh warga negara Indonesia serta tunduk kepada hukum NKRI.
Artinya dengan adanya kalimat badan hukum, bisnis kreatif berupa EO menurut Sudiatmiko, dimungkinkan mengelola kampanye partai politik maupun calon anggota legislatif. Namun bagi sebagian pihak, kemungkinan pasal ini akan dinilai melampaui undang-undang Pemilu yang ada.
Sebab dalam Pasal 79 UU Pemilu Nomor 8 tahun 2012 hanya menyebutkan, pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, juru kampanye pemilu, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Dalam pasal ini sama sekali tidak diatur EO atau badan hukum.
“Jadi agar tidak menimbulkan masalah, saya pikir dari sekarang harus diatur dengan jelas. Jangan sampai ketika KPU perbolehkan bisnis kreatif kelola kampanye dan telah berjalan, nantinya menimbulkan masalah,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD Banjarbaru Dukung SP Nahkodai NasDem
Redaktur : Tim Redaksi