jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia Mariyah mengatakan Gerakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka harus didukung fasilitas perpustakaan yang memadai untuk menunjang segala kegiatan keilmuan.
Perpustakaan itu juga harus mampu mendorong transformasi untuk menghasilkan lulusan yang mampu menghasilkan inovasi bagi masyarakat.
BACA JUGA: DPR Buka Kesempatan Mahasiswa Luar Jawa Magang di Rumah Rakyat
"Salah satunya adalah mengurangi koleksi konvensional, dan beralih ke koleksi digital yang kini lebih ramah pengguna," kata Mariyah dalam Rapat Koordinasi Nasional Bidang Perpustakaan 2022, Rabu (30/3).
Bagi yang keterbatasan dana, lanjutnya, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sudah menyediakan beribu-ribu e-book yang bisa diakses.
BACA JUGA: IWIP Gandeng Kemenperin Buka Program Setara D1 Pengolahan Logam
Dijelaskannya, Merdeka Belajar Kampus Merdeka adalah kebijakan Kemendikbudristek untuk mendorong mahasiswa menguasai berbagai dunia keilmuan untuk memasuki dunia kerja.
Kampus merdeka memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih mata kuliah yang akan mereka ambil.
BACA JUGA: Dampak Disrupsi Digital 10 Juta Lapangan Pekerjaan Baru Akan Muncul
“Di sini, karya-karya dosen maupun civitas akademika harus bisa dinikmati seluruh masyarakat Indonesia maupun global,” kata Mariyah.
Terkait kondisi pandemi yang belum usai saat ini, Mariyah menyarankan agar semua pihak yang terlibat pengelolaan perpustakaan agar memanfaatkan teknologi digital yang makin pesat.
“Dunia maya sekarang sangat potensial, termasuk digital self service yang masuk dalam layanan yang harus ditransformasi,” ujar Mariyah.
Jonner Hasugian, ketua Forum Perpustakaan Digital Indonesia tak menampik masih banyak perpustakaan di Indonesia yang bahkan belum sama sekali tersentuh teknologi. Namun, perubahan adalah keharusan, meski itu berjalan pelan.
"Karena perpustakaan digital memiliki begitu banyak kelebihan, karena pengguna bisa melakukan remote akses atau akses jarak jauh," ujar Jonner.
Perpustakaan digital juga menawarkan akses tanpa batas (unlimited), multy user atau satu sumber bisa diakses banyak orang, real time, dan kemudahan akses karena berjejaring.
Dulu, kata Jonner, harga penerbitan sangat tinggi sehingga harga dokumen menjadi mahal saat masuk perpustakaan.
Namun, tren sekarang, sebuah dokumen bisa sampai ke peneliti atau periset tanpa harus melewati penerbitan.
"Inilah keunggulannya. Murah, simple,” ucap Jonner. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bentrok Mahasiswa Teknik vs Hukum, Dekan UIN Alauddin Makassar Berdarah-darah
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesya Mohamad