Kapal Perang Tandai Memanasnya Inggris-Argentina

Kamis, 02 Februari 2012 – 09:32 WIB

LONDON - Tensi politik di wilayah Samudera Atlantik Selatan mulai memanas lagi. Hal itu terkait dengan meningkatnya ketegangan antara Inggris dan Argentina terhadap klaim kepemilikan atas wilayah Kepulauan Falkland atau Malvinas.

Militer Negeri Ratu Elizabeth II pun berani unjuk kekuatan di tengah meningkatnya ketegangan terkait sengketa atas wilayah kepulauan yang terletak sekitar 250 mil laut (460 kilometer) dari garis pantai daratan Amerika Selatan tersebut. Kemarin (1/2) Inggris menyatakan bahwa sebuah kapal perang baru milik negara itu, HMS Dauntless, sedang bergerak menuju pulau yang pernah memicu perang dengan Argentina tersebut. Perjalanan itu menjadi misi pertama kapal perang baru yang dibuat dengan biaya GBP 1 miliar (sekitar Rp 14 triliun) tersebut.

Namun, pemerintah Inggris berdalih pengiriman kapal destroyer (perusak) tercanggih tersebut sebagai hal rutin dan tidak terkait dengan sengketa wilayah di kawasan itu. Kementerian Pertahanan Inggris (MoD) menambahkan bahwa keputusan untuk mengirimkan HMS Dauntless ke Samudera Atlantik Selatan sudah dijadwalkan sejak lama. Kapal perusak tipe 45 itu akan menggantikan kapal perang lain yang lebih kecil atau tipe 23, yakni HMS Montrose.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris William Hague mengatakan bahwa tidak ada agenda khusus terkait soal keputusan pengiriman HMS Dauntless. "Ini sama sekali tidak menunjukkan ada perubahan situasi di kawasan tersebut," katanya. "Ini hanyalah pengarahan rutin. Kami tetap menempatkan sebuah garnisun di Falkland dan tentu saja pesawat tempur. Kapal perang Angkatan Laut secara berkala juga mengunjungi wilayah tersebut," tambahnya.

Dia menegaskan bahwa Inggris akan tetap berada pada posisi mempertahankan Kepulauan Falkland jika diperlukan. "Tetapi, bukan berarti kami khawatir dengan ancaman militer di Kepulauan Falkland saat ini," tukasnya.

Sengketa terhadap kepemilikan Falkland menjadi isu sensitif antara Inggris dan Argentina selama tiga dekade terakhir. Pada 1982 dua negara terlibat perang dua bulan untuk memperebutkan wilayah yang terdiri dari ratusan pulau tersebut. Saat itu, Argentina yang ada di bawah pemerintahan junta (militer) Presiden Leopoldo Galtieri menginvasi dan juga mencaplok beberapa pulau. Argentina akhirnya menyerah, tetapi sengketa tidak kunjung mereda.

Suasana pun memanas lagi menjelang 30 tahun peringatan Perang Malvinas pada 2 April mendatang. Buenos Aires mengecam pemerintah Inggris dan menuding pengiriman kapal perang ke Kepulauan Falkland itu sebagai upaya militerisasi atas sengketa.

"Republik Argentina mengecam upaya Inggris melakukan militerisasi konflik. Padahal, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan (sengketa wilayah itu) harus diselesaikan melalui negosiasi bilateral," kata pernyataan resmi Kemenlu Argentina.

Pekan lalu, Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron memancing amarah pemerintah Argentina karena menuding adanya "kolonialisme" terhadap wilayah Inggris. Argentina mengklaim Kepulauan Falkland sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya.

Pernyataan Cameron tersebut membuat Presiden Argentina Cristina Kirchner Fernandez geram. Dia menilai Cameron secara sengaja memotret negaranya "beringas" dalam sengketa tersebut.

Argentina juga menyesalkan pemberitaan bahwa Pangeran William akan dikirimkan dalam misi enam minggu ke Kepulauan Falkland sebagai seorang pilot. "Pangeran William akan datang ke Malvinas sebagai anggota militer negaranya," ujar Kemenlu Argentina.
"Rakyat Argentina kecewa karena salah seorang pewaris takhta Inggris akan tiba (di Malvinas) dengan seragam penakluk dan tidak dengan kearifan seorang negarawan yang mengedepankan perdamaian serta dialog," tandasnya.

Kepulauan yang dihuni oleh sekitar 3 ribu orang tersebut dikuasai Inggris sejak 1833 meski Argentina mengklaim wilayah itu di bawah kedaulatannya. PBB memasukkan wilayah tersebut dalam daftar yurisdiksi yang harus dimerdekakan lewat negosiasi. (AFP/dailymail/thetelegraph/ca k/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Badai Salju di Eropa Renggut 44 Nyawa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler