Kapolri Puji Peran SAS Institute Mencegah Radikalisasi Agama

Sabtu, 07 April 2018 – 05:00 WIB
Direktur SAS Institute, M Imdadun Rahmat bertemu dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - SAS Institute bertemu dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan jajaran Pimpinan Polri. Pertemun di berlangsung di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (6/4).

Direktur SAS Institute, M Imdadun Rahmat menyatakan akan komit bersama pihak Kepolisian menjaga keberagaman dan toleransi umat beragama.

BACA JUGA: Heru Winarko Naik Pangkat Jadi Komjen

"Sebagaimana yang sudah dipaparkan Pak Kapolri, deradikalisasi itu proses. Ada ideologi kekerasan, ada aktor yang memproduk dan menyebarkannya, ada target yang disasar dan ada medianya," kata Imdadun dalam keterangan tertulis, Sabtu (7/4).

"Kita harus bekerja untuk membendung ideologinya, membatasi ruang gerak aktor-aktornya, menghambat medianya dan memagari masyarakat agar tidak terpapar. Paling kurang dengan melemahkan dan memutus salah satunya, proses deradikalisasi akan jauh melemah," tanbahnya.

BACA JUGA: Tegas dan Cerdas, Tito Karnavian Layak Dampingi Jokowi

SAS Institute hadir atas desakan situasi dimana ideologi kekerasan semakin berkembang di Indonesia.

Secara tegas, SAS Institute akan bersama-sama pemerintah menjaga nilai-nilai Pancasila dan Islam Nusantara sebagai warisan para wali.

BACA JUGA: Tolong, Jangan Sebut Lagi Tito Karnavian Bakal jadi Cawapres

"Kita melawan, dengan cara-cara yang damai dan edukatif. Narasi-narasi kekerasan kita modrasi dengan Islam rahmatan lil alamin, Islam Nusantara" ujar Imdadun Rahmat.

Sementara, Jenderal Tito Karnavian mendukung SAS Institute dalam mencegah radikalisasi agama.

"Organisasi seperti SAS Institute semakin banyak, semakin bagus. Karena gerakan sipil seperti ini akan mencegah radikalisasi agama, serta melakukan diseminasi Islam damai, Islam Nusantara" kata Tito.

Kapolri juga berharap masyarakat luas bisa terlibat aktif dalam program Kontra Radikalisasi. Organisasi seperti SAS Institute bisa melakukan kerja sama dalam program itu.

Dalam pertemuan itu pula, Imdadun mengatakan persoalan intoleransi dan radikalisasi masih menjadi tantangan.

Tindakan berupa kekerasan, gangguan, intimidasi dan provokasi kebencian terhadap kelompok dan golongan lain terutama kelompok minoritas masih sering terjadi.

"Demikian juga radikalisasi, proses penyebaran pemikiran dan ideologi yang menoleransi bahkan menganjurkan kekerasan terus berlangsung. Rekruitmen dan pembentukan sel-sel pelaku kekerasan dan teroris semakin sulit dibendung," kata Imdadun.

Imdadun menuturkan radikalisasi menemukan momentumnya ketika arus informasi demikian deras.

Pemikiran dan ideologi radikal, kata Imdadun, dengan bebas masuk ke masyarakat mangubah cara berfikir mereka yang semula cinta damai dan toleran. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ogah Jadi Cawapres, Pak Tito Hubungi Prof Mahfud


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler