Kapolri Usul Revisi UU Narkoba

Karena Banyak Jenis Baru yang Belum Diatur

Rabu, 13 November 2013 – 14:00 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Sebagian besar narkoba jenis baru tidak diatur dalam perundang-undangan. Tentu saja, kekosongan hukum itu membuat penyidik kesulitan menjerat pelaku. Kapolri Jenderal Pol Sutarman pun mendesak perlunya merevisi UU No 35/2009 tentang Narkotika, khususnya isi lampiran yang membuat nama-nama zat dan tanaman yang masuk dalam kategori narkoba.

Sejumlah narkoba jenis baru yang belum masuk dalam perundang-undangan, diantaranya, LSD (lysergic acid diethylamide) alias smile, methilon, dan krathom. Dalam UU No 35/2009, LSD sebenarnya masuk dalam narkoba golongan I pada urutan ke-36, namun sebelumnya hanya ada dalam bentuk cair. Sedang LSD yang belakangan beredar berbentuk lembaran kertas mirip potongan prangko.
    
Sutarman menuturkan, setiap ada temuan zat yang dicurigai sebagai narkoba, pihaknya selalu mengecek di laboratorium. Para pakar kimia dan farmasi akan memastikan kandungan yang ada dalam zat mencurigakan tersebut. "Apa boleh dikonsumsi, lalu apa dampaknya secara psikologis dan fisik terhadap manusia," terang Sutarman setelah pembekalan penyidik tipikor di Jakarta kemarin.
    
Selama ini, kata Sutarman, temuan zat yang mencurigakan sudah cukup banyak. Setelah diteliti, didapati sebagian besar zat tersebut merupakan turunan dari narkoba yang selama ini sudah ada di UU. Para produsen narkoba berupaya menyiasati agar produknya tidak terdeteksi atau minimal lolos dari jerat hukum dengan cara menambahkan campuran kimia.
    
Dengan uji laboratorium, akan ketahuan apakah zat baru itu berbahaya atau tidak bagi tubuh manusia. "Kalau itu (zat baru) membahayakan tentu kami ajukan kembali untuk dftar narkoba itu ditambah dengan jenis baru," lanjut mantan kabareskrim Mabes Polri itu.
    
Meski berwacana bakal mengusulkan penambahan, belum jelas kapan usulan tersebut akan diajukan ke DPR. Karena UU merupakan produk hasil legislasi, maka revisinya pun harus melalui persetujuan parlemen.
    
Wacana serupa pernah dilontarkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) April lalu. Tidak lama setelah penangkapan presenter Raffi Ahmad, BNN merilis temuan17 zat baru yang masuk kategori narkoba namun tidak diatur di UU. "Zat baru itu temuan dari BNN Provinsi maupun Polda di sejumlah provinsi di Indonesia," terang Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN Jan De Fretes. Seluruhnya merupakan turunan zat narkoba yang belakangan marak beredar.
    
Ahli kimia farmasi BNN Mufti Djusnir mengatakan, dari ke-17 zat tersebut, sebagian besar merupakan turunan dari katinona (narkoba golongan I). Termasuk di dalamnya adalah methylone yang ramai dibicarakan saat kasus Raffi mencuat. Selebihnya merupakan turunan beberapa zat narkotika lain.
    
Dalam kajian farmasi, zat-zat tersebut mengandung senyawa yang bersifat psikoaktif. Jika dikonsumsi berlebihan atau overdosis, maka pengguna akan mengalami skizofrenia atau gangguan kejiwaan. Namun, jika penggunaannya dikurangi, bisa berakibat parkinson.
    
Selain itu biasanya zat-zat tersebut memiliki efek lain. "Zat itu cenderung membuat penggunanya untuk menambah dosis dari waktu ke waktu," terang Mufti. Zat-zat tersebut juga memiliki kandungan yang bisa membuat kerja jantung menjadi terpacu. Hal itu amat berbahaya untuk jangka panjang.
      
Sebagaimana diberitakan, Direktorat Narkoba Mabes polri merilis temuan LSD berbentuk lembaran mirip prangko. Bersama barang haram tersebut, polisi juga mendapati narkoba jenis methylon dan krathom dari tujuh tersangka. (byu/agm)

BACA JUGA: KPU Bantah Kunjungan ke 10 Negara Pemborosan

BACA ARTIKEL LAINNYA... Marzuki Garang karena Diserang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler