Setiap tahunnya ribuan warga Indonesia datang ke Australia menggunakan visa Working Holiday (WHV) yang bisa digunakan berlibur sambil bekerja selama satu tahun. Buka bisnis di Australia

BACA JUGA: Australia Ungkap Wilayah Dengan Tingkat Merokok Terparah

Namun berapa banyak diantara mereka yang kemudian membuka usaha sendiri, dan bukannya bekerja dengan orang lain?

Salah seorang yang melakukannya adalah Hermin Krismiati, wanita berusia 30 tahun asal Surabaya, yang sekarang tinggal di Darwin, Northern Territory.

BACA JUGA: Berpuasa Saat Bekerja di Ketinggian Turbin Angin di Australia

Pada awalnya Hermin yang datang di tahun 2017 bekerja sebagai asisten dapur dan pengurus rumah tangga di sebuah hotel di sana.

Satu bulan kemudian, ia harus beralih profesi ketika tahu pekerjaan berat tersebut menimbulkan apa yang dikenal dalam istilah kesehatan sebagai carpal tunnel syndrome, penyakit yang menyebabkan nyeri dan kebas di pergelangan tangan.

BACA JUGA: Australia Tetapkan Upah Minimum Rp 7,5 Juta Seminggu

"Penyakit ini saya dapatkan karena waktu itu harus angkat kasur ketika mengganti seprai sewaktu jadi pengurus rumah tangga yang menurut saya berat," ungkap Hermin.

"Terus waktu kerja sebagai asisten dapur juga cuci alat-alat dapur yang berat. Sementara dulu tidak kebiasaan olahraga dan kerja fisik. Mungkin karena itu tangan saya kaget."

Karena kejadian tersebut, Hermin terpaksa banting setir dan melamar sebagai seorang therapist di salah satu home spa.

"Karena kondisi saya yang fisiknya tidak kuat, saya cari kerjaan lain yang sekiranya tidak membuatnya makin parah. Saya diterima bekerja di rumah spa."

Sebuah ide muncul di benak Hermin setelah melihat seorang teman dengan izin tinggal sebagai mahasiswa yang membuka bisnis sendiri di Australia.

"Selama ini kan kita tahunya anak-anak dengan visa Working Holiday kerja ikut orang. Suatu ketika, saya bertemu seorang teman dan dia buka usaha sendiri."

"Dari situ saya terinspirasi dan penasaran apakah pemegang visa Working Holiday bisa juga ya buka usaha sendiri?" Photo: Hermin Krismiati (kanan) bekerja di perusahaan aluminium di Surabaya selama sembilan tahun sebelum datang ke Australia (Supplied)

Ternyata pemegang visa working holiday ini bisa menjalankan bisnis selama enam bulan di bawah kategori 'pemilik usaha'.

Hermin kemudian membayar biaya pendaftaran sebesar $AUD 36 (sekitar Rp 360 ribu) dan dalam satu hari saja, dia mendapat ijin untuk menjalankan usaha tersebut.

Dengan pengalaman kerja sebelumnya, dan kursus tambahan yang dijalankannya, Hermin mulai menjalankan usaha tersebut.

"Saat bekerja di rumah spa, saya belajar beberapa metode perawatan."

"Untuk menjalankan bisnis ini, saya juga sempat pulang ke Indonesia dan ikut kursus 10 hari untuk belajar bb glow dan microneedling therapy system yang adalah metode untuk meremajakan, mencerahkan atau merawat kulit." kata Hermin yang sebelumnya tidak pernah berpengalaman bekerja di spa selama tinggal di Indonesia.Ada tantangan tersendiri

Membuka usaha sendiri di Australia ternyata berbeda dengan di Indonesia.

Pada awalnya Hermin hanya mendaftar untuk mendapat ijin usaha, dan tidak mengetahui bahwa juga harus mendaftarkan bisnisnya ke Departemen Kesehatan di negara bagian tersebut.

"Suatu ketika saya dapat telepon dari Departemen Kesehatan Northern Territory karena tidak tahu kalau harus registrasi bisnis ke mereka."

Setelah mengirim permohonan inspeksi, petugas datang ke rumah Hermin untuk memeriksa tempat, prosedur kerja termasuk sterilisasi alat dan sertifikat keahlian.

Dari hasil inspeksi, petugas menemukan satu hal dari bisnis tersebut yang tidak sesuai dengan aturan departemen.

Mereka pun akhirnya memutus izin untuk beberapa tipe perawatan di rumah spa Hermin.

"Perawatan yang saya tawarkan yaitu perawatan wajah, perawatan jari tangan dan kaki dan pelentikan bulu mata masuk ke dalam kategori Rias Rambut, Terapi Kecantikan dan Kesenian Tubuh," kata dia.

"Karena perawatan ini masuk ke kategori terapi kecantikan, mereka tidak mau tempatnya ada karpet karena susah dibersihkan atau disterilisasi."

Karenanya Hermin kemudian hanya dapat menjalankan jasa pijat dan perawatan menghidrasi kulit atau body scrub.Mendapat respon positif dan untung besar

Bisnis yang ia jalankan pada Oktober 2018 selama dua bulan tersebut menerima respon positif dari para pelanggan yang melihat iklan bisnis tersebut di halaman Facebook dan brosur yang disebarkan Hermin di kotak surat apartemen sekitar tempat tinggalnya.

"Her's Beauty Spa mendapatkan respon bagus dari banyak pelanggan meski masih sedikit jumlahnya karena baru jalan beberapa bulan."

Selama menjalankan bisnis selama dua bulan tersebut Hermin rata-rata sekitar 3-4 orang dalam sehari, dan di akhir pekan, lebih banyak yang datang.

Menurutnya, usaha pijat tersebut memberikan keuntungan besar yang tidak bisa diperoleh oleh bisnis jasa pijat pada umumnya di Indonesia.

"Keuntungannya di sini harga jasa kan juga mahal. Kalau di sini pijat satu jam bisa $70-$80 sedangkan di Indonesia paling sekitar kayak Rp 60 ribu sampai Rp 80 ribu ," kata Hermin kepada wartawan ABC News Natasya Salim.

"Lumayan harga jasa di sini. Selain beda kurs, keterampilan juga dihargai sekali."

Melihat hasil yang memuaskan dari tekad membuka bisnis sendiri, Hermin mengajak perantau Indonesia, khususnya pemegang visa Working Holiday, untuk melakukan hal serupa.

"Menurut saya sih kalian kalau punya keahlian dan ide bisnis kenapa tidak dimanfaatkan? Kalian bisa cari informasi selengkap mungkin bagaimana cara membukanya dimulai dari registrasi hingga bagaimana memperoleh izin dari departemen kesehatan."Ditunda karena hamil

Hermin mengandung setelah menikah dengan pria berkewarganegaraan Australia Josh di bulan November 2018.

Karena hal tersebut, ia harus menghentikan bisnisnya untuk sementara.

"Sekarang statusnya adalah menjadi ibu rumah tangga. Sementara spa tutup. Tapi suatu saat kalau sudah merasa lebih fit akan dilanjutkan lagi." Photo: Hermin Krismiati menikahi Josh di bulan November 2018 (Supplied)

Pertemuannya dengan sang suami membuat Hermin membatalkan rencana pulang ke Indonesia walau sebelum itu Hermin juga berencana untuk memperpanjang visa working holiday untuk tahun kedua.

"Awalnya mau saja sih menetap di Australia tapi mungkin rencananya hanya sampai dua tahun saja berpetualang. Soalnya saya suka tinggal di Indonesia yang makanannya enak-enak."

Kini, wanita tersebut sedang dalam proses untuk mendapatkan partner visa, izin tinggal permanen di Australia bagi orang yang menikah dengan warganegara Australia atau pemegang visa Permanent Resident (PR).

Meskipun mengatakan sering rindu dengan makanan Indonesia, Hermin sudah mulai merasa nyaman tinggal di Australia.

"Betah kok saya tinggal di sini. Enak juga. Cuma ya itu, sering kangen masakan warung-warung Indonesia."

Simak berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Semua Golongan Masyarakat di Indonesia Rentan Terpapar Radikalisme

Berita Terkait