Kartini Dihukum Delapan Tahun

Jumat, 19 April 2013 – 08:00 WIB
SEMARANG--Mata hakim adhoc Pengadilan Tipikor Semarang, Kartini Juliana Marpaung berlinang.  Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Ifa Sudewi memutus hukuman delapan tahun penjara untuk Kartini.

"Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama," kata Ifa dalam sidang putusan terdakwa Kartini Marpaung di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (18/4).

Selain itu Kartini juga dijatuhi denda Rp 500 juta atau hukuman kurungan lima tahun penjara.

Vonis hukuman ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tuntutan 15  tahun penjara. Dan denda Rp 750 juta atau kurungan lima bulan penjara.

Dalam sidang, Kartini Marpaung diputus melanggar pasal 12 huruf c Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Koruppsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Karena sebagai aparat hukum, terlebih hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), tidak berperan aktif dalam pemberantasan korupsi. Justru meminta uang kepada M Yaeni untuk mempeengaruhi putusan.

"Terdakwa sebagai hakim adhoc yang seharusnya menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi dan menjadi contoh pada masyarakat, bukan malah melakukan perbuatan korupsi. Serta telah menciderai institusi Hakim adhoc di Indonesia," kata Ifa Sudewi

Serta Kartini Marpaung dinilai Jaksa telah menciderai institusi peradilan di Indonesia. "Serta terdakwa (Kartini) tidak merasa mengakui perbuatannya dan tidak menyesal," tambah jaksa. Sementara hal yang meringankaan Kartini diantaranya belum pernah dihukum.

Selama persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang. Dihadirkan 10 saksi yang di Persidangaan dibawah sumpah dan satu orang saksi yaitu anak Kartini yang tidak dibawah sumpah. Serta satu orang saksi ahli Prof Andi Hammzah SH.

Prof Andi Hamzah menganggap kasus dengan terdakwa Kartini Marpaung ini bukan kasus tertangkap tangan seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Karena saat penangkapan uang Rp 100 juta tidak di tangan Kartini Marpaung.

Dalam putusan majelis hakim yang terdiri dari Katua Majelis hakim Ifa Sudewi, serta dua anggota Suyadi dan Kalimatul Jumro menganggap perbuatan pidana tidak hanya pada saat penangkapan. "Tetapi niat dan upaya yang dilakukan terdakwa sebelum penangkapan merupakan pidana," ujar Ifa di persidangan.

Seperti diketahui dalam dakwaan, awal mula adanya penangkapan ini bermula pada bulan Januari 2012, M Yaeni bertemu dengan Heru Kusbandono di Bandara A Yani Semarang. Dalam pertemuannya M Yaeni menyampaikan bahwaa dirinya sedang kena masalah korupsi yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwodadi.

Kemudian pertemuan berlanju di Warung Istana Wedang, Kampung Kali Semarang. Yaeni menceritakan kronologi perkara yang dialaminya dan kemudian menyerahkan BAP yang dibuat penyidik Kejari Purwodadi.

Pada Februari, M Yaeni mendapatkan surat panggilan Kejari Purwodadi mengabarkan bahwa dirinya akan ditahan. Yang kemudian hal ini disampaikan oleh Heru. Akhirnya M Yaeni ditahan di Rutan Kedungpane Semarang.

M Yaeni kemudian memperkenalkan Heru kepada Sri Dartuti sambil mengatakan. "Nanti kalau ada apa-apa mas Heru langsung ngomong sama adik saya ini saja," kata Yaeni.

Selanjutnya Sri Dartuti menemui Heru Kusbandono di Rumah Makan Padang Sederhana Semarang. Sri meminta Heru untuk dapat membantu meringankan hukumannya.

Menindaklanjuti permintaan itu, sekitar Maret 2012, Heru mendatangi kantor PN Semarang untuk mencari informasi  siapa hakim yang menyidangkan perkara Yaeni. Yakni Lilik Nuraini, Asmadinata dan Kartini.

Kemudian Heru melakukan pertemuan dengan Kartini dan Asmadinata beberapa kali. Saat di Restoran Taman Laut kawasan Puri Anjasmoro Semarang, Heru minta untuk Yaeni dapat diringaankan.

Pertemuan berlanjut pada di Restoran Gama Candi komplek Akpol Semarang antara Asmadinata, Kartini dan Heru. Kartini menyampaikan "Ya pak, sudah saya sudah sampaikan kepada Lilik, beliau bersedia membantu.
Hal itu dikuatkan dengan Asmadinata yang mengatakan "Ya lah kita bantu, itu saksi yang sudah diperiksa malah nggak tahu menahu permasalahannya,". Kemudian Kartini menyampaikan agar Heru membantunya untuk ucapan terimakasih kepada keluarga Yaeni.

Pertemuan ketiganya berlanjut di Hotel Agas Solo. Dalam pertemuan itu, Asmadinata menyatakan bahwa "Saksi-saksi yang dihadirkan tidak mendukung dakwaan jaksa. Kalau seperti itu, saya putus bebas. Tapi kalau ketua majelis tidak berani nanti kita putus ringanlah, satu tahun. Tinggal nanti terdakwa mau kasih berapa (duit) kepada kita".

Selanjutnya Heru meminta waktu untuk berkoordinasi dengan Sri Dartutik. Sekitar awal Juni bertempat di Coffee Shop Hotel Agas Solo, Kartini melakukan pertemuan lagi di hotel Agas Solo. Kartini menyatakan agar disediakan uang Rp 500 juta. Dengan rincian Rp 200 juta untuk ketua majelis hakim dan Rp 300 juta untuk hakim anggotan dan Panitera Pengganti.

Tindaklanjut itu, Kartini melakukan Heru menemui Sri Dartutik dan menyampaikan agar menyediakan Rp 500 juta dan Yaeni nantinya akan diputus bebas. "Namun Sri Dartutik keberatan, karena dari keluarga hanya mampu menyediakan Rp 250 juta sampai Rp 300 juta.

Namun sebelum rencana itu dilaksanakan, semuanya berantakan karena Lilik sebagai ketua majelis yang menangani perkara Yaeni dipindahtugaskan. Susunan majelis hakim berubah digantikan Pragsono.

Senin 9 Juli, Heru menemui Pragsono di PN Semarang. Heru meminta tolong agar membantu perkara M Yaeni agar diputus Bebas. Namun ditolak oleh Pragsono. Dengan mengatakan M Yaeni akan diputus masuk (penjara) dengan alasan sebagai Ketua DPRD memiliki kewenangan untuk mengawasi penggunaan anggaran perawatan mobil dinas DPRD, sedangkan dua hakim anggota akan dissenting opinion dengan putusan bebas," timpal Pragsono.

Kemudian Pragsono menemui Asmadinata dan Kartini diruang kerjanya. Asmadinata menyampaikan bahwa M Yaeni dia akan memberikan putusan bebas. Sedangkan Kartini putusannya mengikuti Pragsono.

19 Juli 2012, bertempat di restoran Dimsum Hotel Horison, Kartini kembali menemui Heru. Menyampaikan bahwa Heru akan divonis satu tahun dengan terbutki dakwaan subsidair JPU yakni pasal 3. Sedangkan Asmadinata akan Dissenting Opinion (DO) dengan memutus bebas.

Kartini meminta uang ucapan terimakasih sebesar Rp 100 juta untuk majekis hakim berikut PP dan Rp 50 juta untuk ketua majelis lama Lilik Nuraini. Dana tersebut diminta diserahkan sebelum lebaran.

Atas permintaan itu, Heru menemui Sri Dartutik dan menyampaikan hasil pertemuannya dengan Kartini Marpaung. Namun Sri Dartutik tetap keberatan dan menawar Rp 100 juta. Atas hal itu Heru menyatakan akan menyampaikan kepada majelis. "Nanti mbak Tutik saya hubungi, kalau A Sertus (Rp100 juta) dan kalau B seratus lima puluh (Rp150 juta)".

Selanjutnya Heru menemui Pragsono. Pragsono menyampaikan bahwa Yaeni akan tetap divonis satu tahun. Uang pengganti saya koreksi dan saya turunkan dari tuntutan jaksa. Tapi pak Asma DO. Putusan ini akan dilaksanakan 20 Agustus 2012, dan uang ucapan terimakasihnya satu pintu saja ke bu Kartini, diserahkan sebelum lebaran.

Lalu Kartini meminta, meminta agar uang diserahkan sekitar pukul 08.00 setelah upacara HUT RI di parkiran gedung PN Semarang.

Pada 17 Agustus Pragsono sms Heru yang isinya "cak masih lama nggah? Kalau nggak lama saya tunggu diparkiran PN sekarang".

Atas sms itu Heru menelpon Sri Dartutik dang mengatakan "Tolong agak cepat mbak, sudah ditunggu Pak Pragsono."

Kemudian Sri Dartuik menyerahkan Rp 150 juta kepada Heru. Setelah itu Heru langsung pergi ke kantor PN Semarang untuk menyerahkan uang kepada Kartini. Dalam perjalanan mengambil uang Rp 50 juta dan dimasukkan ke dashboard mobilnya. Sedangkan Rp 100 juta dibawa ke kantor PN Semarang. Kemudian Heru menelpon Pragsono dan Kartini. Namun tidak dijawab.

Selang 3 menit datang Kartini menemui Heru di mobilnya. Di Mobil Kartini menyatakan bahwa Pragsono tidak keberatan dengan angka Rp 100 juta. Kemudian Heru menunjuk uang Rp 100 juta yang berada kantong paper bag warna hitam. "Ya sudah bu, itu terima saja."

Pada saat itulah petugas KPK mengelilingi mobil Suzuki Escudo D-1652-GM milik Heru. Petugas KPK menemukan barang bukti berupa uang Rp150 juta.

Terdakwa Kartini mengetahui perbuatannya bersama Heru dan Pragsono menerima uang tunai Rp150 juta dari M Yaeni melalui Sri Dartutik adalah untuk mempengaruhi putusan perkara atas nama M Yaeni.

Usai mendengar putusan itu, Kartini belum akan melakukan banding tapi masih menggunakan waktu selama 7 hari ini untuk pikir-pikir. "Saya masih pikir-pikir yang mulia," ujarnya pada seluruh majelis hakim yang dulu pernah menjadi rekan kerjanya di Pengadilan Tipikor Semarang.

Hal serupa juga diungkapkan oleh JPU KPK, yang akan pikir-pikir atas putusan ini.

Pada perkara yang sama terdakwa Sri Dartuti yang merupakan adik kandung Yaeni divonis hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta atau kurungan 3 bulan penjara.

Heru Kusbandono divonis hukumaan enaam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan penjara. (dni)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Bulan Pecat 29 PNS

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler