Kasus Bioremediasi Dinilai Makin Aneh

Kamis, 30 Mei 2013 – 08:44 WIB
JAKARTA – Kasus hukum proyek bioremediasi semakin terasa aneh.  Buktinya, tim penasihat hukum Herland bin Ompo, salah satu terdakwa dalam kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia belum menerima salinan vonis atau putusan pengadilan. Padahal, salinan putusan itu sangat dibutuhkan Herland untuk melaksanakan haknya dalam mengajukan upaya hukum lanjutan.

Karena itu, penasihat hukum Herland, Hotma P. D. Sitompoel  SH mengajukan protes keras  kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai Sudharmawati Ningsih SH. Herland adalah Direktur PT Sumigita Jaya, salah satu kontraktor proyek bioremediasi Chevron, yang pada 8 Mei 2013 lalu divonis 6 tahun penjara serta denda, berikut kewajiban mengembalikan kerugian negara yang dituduhkan. Sayangnya, meski sudah hampir sebulan lalu divonis, hingga kini Herland belum mendapatkan salinan putusan hakim tersebut.

Penasihat hukum Herland, Hotma P. D. Sitompoel  SH mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima Salinan Putusan Perkara Nomor: 81/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST tertanggal 8 Mei 2013. ”Kami telah menyampaikan keberatan dan protes keras atas belum diserahkannya salinan putusan majelis hakim kasus bioremediasi ini ke Ketua Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 28 Mei 2013 dengan tembusan ke Mahkamah Agung (MA), Ketua Komisi Yudisial (KY), dan instansi terkait lainnya,” ujarnya.

Belum diserahkannya salinan putusan atau vonis itu telah melanggar, merugikan, dan menghalangi hak Herland dalam upaya hukum lanjutan atas putusan tersebut.  Hotma mengatakan, saat ini Herland masih terus berada dalam tahanan. Artinya, Herland harus melaksanakan putusan majelis hakim Tipikor itu tanpa pernah melihat langsung putusan yang dijatuhkan kepadanya. Hotma mengaku tim penasihat hukum Herland telah berulangkali meminta salinan putusan tersebut, melalui Panitera Pengganti i.c. Hartanto SH. ”Tetapi jawaban yang kami terima tetap sama yaitu, putusan masih diedit dan dikoreksi Majelis Hakim,” ungkap Hotma.

Vonis atau putusan terhadap Herland sendiri, kata dia, banyak memuat pertimbangan hukum atas fakta-fakta yang keliru dan tidak sesuai dengan kenyataan, serta bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.  ”Apalagi terhadap Herland tetap dilakukan penahanan, maka salinan resmi putusan tersebut sangat penting dan menentukan, bagi upaya klien kami mencari keadilan dan kebenaran,” tandasnya. 

Hotma menerangkan, dengan tidak kunjung diserahkannya salinan putusan tersebut, maka majelis hakim Pengadilan Tipikor telah melanggar Pasal 226 junctoPasal 200 Kitab UU Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Butir 2 dan Butir 4 Surat Edaran MA(SEMA) RI No 01/2011 tentang Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan. (rko)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konsep Komponen Cadangan Harus Dimatangkan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler