Kasus Brigadir J Pertaruhan Kredibilitas Polri, Jangan Ada Lagi yang Ditutup-tutupi

Selasa, 09 Agustus 2022 – 11:06 WIB
Rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Jaksel masih dipasangi garis polisi. Polisi berjaga di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga saat prarekonstruksi pada Sabtu (23/7). Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Aktivis HAM dan pemerhati reformasi sektor keamanan Swandaru menyoroti perkembangan penanganan kasus tewasnya Yosua Hutabarat alias Brigadir J oleh tim khusus (timsus) yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Swandaru melihat penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sudah melewati proses panjang.

BACA JUGA: Analisis Reza Indragiri: Ada Perbuatan Berulang Dialami Putri Candrawathi, Begini

Kapolri telah melakukan mutasi 25 polisi yang diduga terkait dengan kasus kematian Joshua. Bareskrim Mabes Polri juga menahan Irjen Ferdi Sambo di Mako Brimob, dan sudah mengumumkan dua tersangka, Bharada E dan Brigadir RR.

"Perkembangan baru dalam proses penyidikan kasus kematian Brigadir J tentunya langkah awal yang baik, mengingat hal tersebut tidak hanya ditunggu-tunggu oleh keluarga korban, tetapi juga menjadi perhatian luas di masyarakat," ujar Swandaru dalam keterangan di Jakarta, Senin (8/8).

BACA JUGA: Peran Ferdy Sambo Terkuak, tetapi Belum Klimaks

Menurut dia, perkembangan kasus itu hanya permulaan karena pengumpulan bukti-bukti lain masih harus dilakukan oleh timsus Mabes Polri.

Swandaru menyebut kesungguhan dan keseriusan Polri sangat penting agar fakta yang sebenarnya di balik peristiwa itu dapat diungkap secara jelas dan terang benderang, serta proses hukum dilakukan terhadap siapa pun yang terlibat di dalamnya.

BACA JUGA: Bharada E Lega Setelah Mengungkap Kejadian di Rumah Irjen Ferdy Sambo, Begini

Mengingat kematian Brigadir J menjadi perhatian besar di masyarakat, Swandaru mengingatkan agar upaya pengungkapan kasus tersebut harus dijalankan secara transparan dan akuntabel.

"Pengungkapan kasus ini juga menjadi pertaruhan bagi kredibilitas Polri sebagai institusi penegak hukum," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Swandaru, fakta-fakta hukum di balik peristiwa itu perlu untuk terus dibuka secara terang benderang kepada masyarakat dan tidak boleh ada yang ditutup-tutupi.

"Meski kami juga menyadari bahwa dalam proses pengungkapan kasus ini diperlukan adanya ketelitian, ketepatan, kepekaan dan tentu juga harus benar-benar sesuai prosedur penanganan perkara hukum," tutur Swandaru.

Pembenahan di Internal Polri

Swandaru juga berharap kematian Brigadir J di rumah dinas petinggi Polri harus dijadikan pembelajaran. Kasus itu juga menunjukan bahwa proses reformasi kepolisian masih jauh untuk dikatakan selesai.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Bharada E Lega Membongkar Kasus Brigadir J, Ada Rahasia Besar hingga Urusan Cinta

Untuk itu, dia mendorong agar Polri kembali fokus pada agenda reformasi kepolisian. Sebab, banyak pekerjaan rumah yang perlu segera dibenahi, terutama terkait pengarusutamaan standar dan norma HAM ke dalam institusi kepolisian.

"Penggunaan senjata api oleh anggota Kepolisian juga menjadi catatan penting," katanya.

Menurut Swandaru, penggunaan senjata api (senpi) merupakan salah satu persoalan yang perlu dibenahi. Sebab, dalam berbagai kasus masih ditemukan penggunaan senpi yang tidak proporsional dan berlebihan sehingga berdampak pada terjadinya aksi-aksi kekerasan.

"Masalah dalam penggunaan senjata api oleh aparat di lapangan tentunya tidak terlepas dari minimnya pemahaman dan kesadaran terhadap berbagai instrumen hukum yang berlaku," terangnya.

Terkait itu, penting bagi aparat kepolisian untuk memahami dan menerapkan secara ketat Resolusi Majelis Umum PBB No. 34/169 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum.

Prinsip itu dituangkan dalam Code of Conduct Law Enforcement dan UN Basic Principle on the Use of Force and Fireams by Law Enforcement Officials mengenai penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api.

Secara prinsip, ada tiga asas esensial dalam penggunaan kekuatan dan senjata api yang penting untuk diperhatikan polisi, yaitu asas legalitas, kepentingan, dan proporsional.

Sungguh pun penggunaan kekerasan dan senjata api tidak dapat dihindarkan, kata Swandaru, aparat penegak hukum tetap perlu mengendalikan sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi lapangan.

Penyalahgunaan kekerasan dan senjata api menurutnya dapat mengakibatkan petugas mendapatkan masalah, apalagi yang mengakibatkan kematian.

"Penyalahgunaan kewenangan ini bisa mengakibatkan pelanggaran pidana sekaligus pelanggaran atas harkat dan martabat manusia," ucap Swandaru.

Maka dari itu, dia reformasi Polri perlu terus didorong pada level instrumental maupun aspek kultural.

"Reformasi kepolisian diperlukan untuk menempatkan institusi kepolisian dapat bekerja dalam koridor prinsip negara hukum yang menghormati due process of law dan penghormatan atas hak hak asasi manusia," ujar Swandaru. (fat/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler