JAKARTA- Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo memastikan pihaknya tidak punya kewenangan untuk menghitung kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi di Bukopin. Alasannya, bank tersebut tak termasuk BUMN. Kepemilikan saham pemerintah di Bukopin hanya 14 persen, atau jauh dibawah ketentuan UU BUMN No 19 Tahun 2003 yang minimal 51 persen.
"BPKP bukan tidak bisa mengaudit. BPKP tidak dapat menghitung kerugian keuangan negara, karena Bukopin bukan BUMN," tulis Mardiasmo lewat pesan singkat, Jumat (17/2). Pernyataan Mardiasmo menjawab pertanyaan wartawan alasan BPKP tak mengeluarkan audit kasus korupsi pembuatan alat pengering gabah yang membuat 11 petinggi bank tersebut jadi tersangka.
Karena bukan BUMN, dan otomatis tak bisa dihitung kerugiannya, tambah Mardiasmo, maka definisi kerugian negara yang tercantum dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi tak bisa diterapkan dalam kasus Bukopin.
Apakah ini berarti kasus Bukopin akan dihentikan penyidikannya lewat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)? Jaksa Agung Basrief Arief yang ditemui selepas menunaikan salat Jumat, mengaku belum bersikap.
"Belum diekspose ke saya. Nanti kalau sudah gelar perkara, baru saya jawab," kata Basrief.
Kabar akan di-SP3-nya kasus Bukopin menguat sejak awal pekan ini, menyusul adanya pengakuan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rachmad, yang membenarkan penyidik kesulitan melanjutkan penyidikan karena tak menemukan unsur kerugian negara.
Untuk itu, penyidik tengah berdiskusi langkah apa yang paling tepat. Kasus Bukopin disidik Pidsus Kejagung pada tahuan 2008. Kala itu kejaksaan yakin telah terjadi kerugian negara mencapai Rp 76,3 miliar hingga menetapkan 11 petinggi Bukopin sebagai tersangka. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Angie Cuti Lima Hari
Redaktur : Tim Redaksi