Kasus Dahlan Iskan, Pesan dari Penguasa untuk Orang Lain

Kamis, 20 April 2017 – 07:48 WIB
Dahlan Iskan. Foto: Jawa Pos/dok.JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Dahlan Iskan dituduh melakukan korupsi saat menjadi Dirut PT PWU Jatim. Mantan menteri BUMN itu menjadi target penegak hukum secara personal.

Kesimpulan tersebut dibeber dalam diskusi publik bertajuk ’’Adakah Keadilan untuk Dahlan? Seorang Pengabdi yang Dituntut Bui’’.

BACA JUGA: Kasus Hukum Bisa Jadi Momentum Dahlan Iskan Untuk Bangkit

Diskusi tersebut disiarkan live oleh Radio Sindotrijaya Surabaya dari Hotel Singgasana. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu dan Ketua Rumah Dahlan Iskan Jawa Timur Prof Gempur Santoso menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.

Dalam diskusi itu, Said mengaku sangat mengenal Dahlan secara pribadi. Dia tidak percaya bapak dua anak tersebut telah melakukan korupsi saat memimpin PT PWU Jatim.

BACA JUGA: Arief Curiga Kasus Dahlan Iskan Pesanan

’’Pak Dahlan sudah berkorban. Masak mau menguntungkan diri sendiri?’’ katanya.

Dia tidak percaya apa yang menimpa Dahlan merupakan bentuk penegakan hukum. Menurut Said, ada tiga tujuan penegakan hukum di Indonesia. Yaitu, target penegakan hukum, target pribadi atau orang, dan target prestasi.

BACA JUGA: Yakin Hakim Bebaskan Dahlan Iskan

Menurut dia, Dahlan termasuk orang besar yang dijadikan target penegakan hukum secara pribadi. Kalau sudah menjadi target orang, penegak hukum akan berusaha habis-habisan.

Menurut dia, tidak mungkin orang tingkat bawah dijadikan target. Penegak hukum pasti menarget orang besar.

’’Itu sekaligus menjadi pesan dari penguasa untuk orang lain, jangan berani melawan saya. Kalau tidak, nanti saya ’Dahlan Iskan-kan’,’’ jelasnya.

Salah satu ciri penegakan hukum untuk menarget orang secara pribadi adalah penegak hukum biasanya tutup mata dan telinga. ’’Meski dikritik, emang gue pikirin?’’ ucapnya.

Sebab, yang dikejar adalah prestasi, bukan keadilan. Untuk menjalankan misi itu, penegak hukum biasanya berlindung di bawah bendera tugas negara sehingga terbebas dari hukum.

Masalahnya, lanjut Said, kejaksaan menerapkan target kuantitas untuk pengusutan kasus korupsi. Di level kejaksaan tinggi, ditargetkan lima kasus diusut dalam setahun, sedangkan di level kejaksaan negeri ditargetkan tiga kasus.

’’Kalau masyarakat sudah bersih semua, tinggal malaikat yang akan ditangkap,’’ ucapnya disambut tawa peserta diskusi.

Nah, Dahlan sebagai target penegakan hukum secara pribadi juga dikuatkan dengan munculnya kasus lain pada waktu bersamaan.

Pada saat proses hukum kasus PT PWU yang diusut kejaksaan belum selesai, Dahlan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh kejaksaan terkait dengan pengembangan prototipe mobil listrik.

’’Sekarang kalau menarget orang tidak malu-malu lagi. Seperti sudah biasa,’’ kecamnya.

Seorang peserta diskusi sempat menanyakan siapa sosok aktor intelektual di belakang kasus Dahlan. Menanggapi hal tersebut, Said menyatakan sangat sulit menunjuk aktor di balik semua itu.

Sebab, aktor tersebut masuk ke dalam sistem yang formal. ’’Kalau penegak hukum ditanya, mereka tetap mengatakan bahwa yang dilakukan murni penegakan hukum,’’ jelasnya.

Menurut dia, yang dilakukan Dahlan saat menjabat Dirut PT PWU malah menguntungkan negara. Jika kasus tersebut mengakibatkan Dahlan masuk penjara, seluruh direksi dan pemegang saham juga harus masuk penjara.

Sebagai pria yang lama berkecimpung di BUMN, Said menegaskan, prinsip pemeriksaan pada BUMD adalah pemeriksaan neraca secara total, bukan parsial. Sebab, jika pemeriksaan secara parsial, akan ditemukan unit yang rugi dan yang untung.

Dalam kasus PT PWU, pemeriksaan dilakukan secara parsial dan dalam waktu yang terbatas. ’’Kalau memang melakukan pemeriksaan, diperiksa keseluruhan. Apakah merugikan negara atau tidak. Tapi, ini diabaikan,’’ ungkapnya.

Mantan staf khusus menteri ESDM itu berharap perkara Dahlan ini menjadi momentum bagi rakyat untuk menyuarakan keadilan.

Menurut dia, kaum intelektual, tokoh ulama, dan mahasiswa tidak boleh diam. ’’Kultur bersih harus dibangun bersama. Jangan sampai orang bersih seperti Pak Dahlan jadi martil. Ini harus jadi simbol menegakkan keadilan,’’ tegasnya.

Prof Gempur sepakat dengan Said. Dia menilai, dalam kasus yang menimpa Dahlan, nuansa politik lebih tampak. ’’Tidak terlihat ada unsur kejahatan atau korupsi,’’ ujarnya.

Dia melihat ada nuansa politik kecemburuan kekuasaan dalam kasus Dahlan. Ada yang takut Dahlan akan maju pada Pilpres 2019.

Padahal, pada usia yang mendekati 70 tahun, Dahlan tidak mungkin maju dalam pilpres. Selain itu, Dahlan bukan orang yang suka memburu kekuasaan.

Menurut Gempur, Dahlan adalah sosok idealis. Dia tetap idealis meski sudah menjadi pejabat. ’’Makanya terpental. Yang awet, kalau ikut irama dan tidak lagi idealis,’’ terangnya.

Dia menambahkan, dalam kasus PT PWU, Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dan diseret ke meja hijau hanya karena saksi gaib, yaitu Sam Santoso.

Saksi tersebut tidak pernah dihadirkan dalam sidang. Gempur meragukan apakah saksi itu masih ada atau tidak. Sebab, tidak ada yang tahu.

Dia mengungkapkan, selama mencermati sidang, seluruh saksi menguntungkan Dahlan.

Hanya saksi gaib yang keterangannya menyudutkan Dahlan dan itu dijadikan dalil oleh jaksa untuk menuduh Dahlan telah melakukan korupsi. ’’Ini sama saja kasus gaib,’’ tegasnya. (atm/bjg/rul/tel/c5/ang)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak nih, Duplik Lengkap Dahlan Iskan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler