Kasus IM2 Dinilai tak Layak ke Pengadilan

Selasa, 25 Desember 2012 – 13:15 WIB
JAKARTA– Kasus dugaan korupsi pengalihan frekuensi 3G PT Indosat Tbk kepada anak perusahaannya, Indosat Mega Media (IM2) tidak layak ke pengadilan alias di-SP3 kan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Hal ini menurut Kuasa hukum mantan Dirut IM2 Indar Atmanto, Luhut Pangaribuan, karena ada dasar-dasar kuat dan menyangkut kepentingan khalayak ramai.

"Seperti kasus Bibit-Chandra dengan SKPP. Jadi yang namanya berkas lengkap itu bukan berarti harus ke pengadilan, itu sudah diatur dalam Pasal 139 KUHAP," kata Luhut di Jakarta, Selasa (25/12).

Sebelumnya, Kejagung telah melimpahkan berkas dan tersangka kasus tersebut ke Kejari Jakarta Selatan untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor. Luhut menambahkan, jika IM3 dinyatakan melanggar hukum, maka semua pasti kena, sampai warnet bisa dipenjara. Tidak ada alasan jika Kejagung menyatakan kasus itu ada unsur korupsinya. Sebab tidak ada penggunaan frekuensi secara bersama melainkan IM2 menggunakan jaringan atau jasa jaringan.

Jadi, kata dia, kalau tidak menggunakan frekuensi maka tidak ada kewajiban untuk membayarnya. "Andaikata ada kewajiban membayar, maka regulatornya yang semestinya menagih. Kan tidak ada tagihan," katanya.

Dia juga mempertanyakan hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebutkan adanya kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun.

Sementara itu, Nonot Harsono, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyatakan ada banyak kejanggalan dan hal yang dipaksakan dalam kasus ini. Apalagi BRTI tidak pernah diajak bicara oleh Kejaksaan. Dan dia minta agar Presiden SBY memperhatikan kasus ini. “Ini penting, karena antara Kejaksaan Agung dan Menkominfo beda pemahaman, dan beda regulasi. Kalau dibiarkan terus, ini akan mengancam industri,” ucapnya.

Nonot menyebutkan, IM2 tidak membangun jaringan radio sendiri, tapi menggunakan jaringan seluler milik PT Indosat. Itu artinya menggunakan jaringan seluler Indosat tidak sama dengan menggunakan alokasi frekuensi Indosat, sehingga kewajiban Biaya Hak Pemakaian (BHP) frekuensi ada pada pihak pemilik jaringan seluler, yaitu Indosat, bukan pada IM2. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketum PBNU: Radikalisme Rusak Islam

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler