jpnn.com, JAKARTA - Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto (JHT) membantah mengatur dan mengendalikan 13 Manajer Investasi (MI) untuk melakukan pembelian saham PT Asuransi Jiwasraya.
Sebab, profesi MI sangat independent dan sulit dipengaruhi oleh siapapun.
BACA JUGA: Heru Hidayat: Dakwaan Jaksa Soal Keuntungan Jiwasraya Semu Tidak Tepat
Saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus Jiwasraya, Joko Hartono Torto menegaskan, tidak mungkin mengendalikan MI seperti yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaannya.
“Sekilas, kalau bukan karena dakwaan, itu sebuah pujian. Tetapi karena ini dakwaan maka saya tegaskan, hampir tidak mungkin saya mengendalikan 13 MI itu,” tegas Joko Hartono Tirto saat menjadi saksi pada sidang lanjutan perkara pidana nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Senin, 14 September 2020 malam.
BACA JUGA: Kejagung Periksa Sejumlah Saksi Dalam Kasus Korupsi Jiwasraya, Nih Namanya
Dalam Dakwaan JPU, disebutkan Joko Hartono Tirto, Heru Hidayat dan Benny Tjokro dituding mengatur dan mengendalikan 13 perusahaan manajemen investasi untuk membeli saham PT Asuransi Jiwasraya.
Tiga belas perusahaan tersebut adalah PT Dhanawibawa Manajemen Investasi/PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia/PT Millenium Capital Management (MDI/MCM), PT Prospera Asset Management (PAM).
BACA JUGA: 53 Pemuda Terbaik dari Papua Selatan Ingin Mengabdikan Diri Jadi Prajurit TNI AD
Kemudian PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).
Namun Joko Hartono Tirto menegaskan, tidak mungkin bisa mengatur MI.
Apalagi, dari ke 13 MI itu, ada sejumlah nama besar seperti PT Sinarmas Asset Management (SAM), Maybank, PT MNC Asset Management (MNCAM dan PT OSO Manajemen Investasi (OMI).
“Saya pemegang sahampun bukan. Kenal sama orangnya pun tidak. Bagaimana saya mengendalikan mereka,” terangnya.
“Kalau saya pemegang sahamnya, atasannya atau Direksinya, saya memegang wewenang dan kendali ya, mungkin saja bisa mengendalikan mereka. Namun, saya bukanlah siapa-siapa,” tegasnya.
Dia memastikan mengendalikan satu MI saja susah. Apalagi, 13 MI. Karenanya, dia menegaskan, dakwaan JPU sulit diterima akal sehat.
“Lha ini dituduh mengendalikan 13 MI. Itu juga sudah benar mikirnya. Bagaimana caranya,” tuturnya.
Dia kembali menegaskan bahwa tuduhan mengendalikan MI tidak sama sekali. Sebab, profesi MI itu independent yang tunduk pada ketentuan OJK
“Sangat susah bagi saya, bagaimana caranya mengendalikan 13 MI tersebut,” terangnya.
Dia juga heran dengan tuduhan mengendalikan saham di bursa. Hal ini jelas sangat tidak masuk akal.
“Misalnya, saya disebutkan mengarahkan saham Aneka Tambang (ANTAM) yang merupakan BUMN. Bagaimana mungkin saya mengendalikan perusahaan ANTAM yang sangat besar ini. Sahamnya juga dengan market kapitalisasi sekitar Rp 10-12 Triliun. Manajemennya nggak kenal. Bagaimana saya mengendalikannya,” jelasnya.
Selain ANTAM, Joko Hartono mengaku didakwa mengendalikan saham Telkom, Bank Mandiri dan Bank Papan Atas lainnya.
“Kalau saya yang mengendalikan, saya jadi konglomerat yang bisa kemana-mana. Saya juga bingung dengan isi dakwaan,” tegasnya.
Senada dengan Joko Hartono Tirto, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat mengaku tidak mengenal satupun dari 13 MI itu.
Dari sejumlah MI yang dihadikan sebagai saksi, dalam 10 tahun terakhir tidak pernah bertemu.
“Dakwaannya, tidak hanya mengendalikan 13 MI, tetapi juga mengendalikan Jiwasraya. Dari 13 MI itu, kenal saya nggak?. Terus mengendalikannya pakai apa? Apa pakai telepati? Kan enggak mungkin,” jelasnya.
Dalam dakwaan kasus ini, nama Heru Hidayat dan Benny Tjokro melalui Joko Hartono Tirto diduga mengendalikan MI.
Namun dari kesaksian Joko Hartono Tirto terungkap tidak bisa mengendalikan MI.
Karena MI ini merupakan profesi yang tunjuk pada aturan dan ijin yang dikeluarkan oleh OJK.
“MI mau disuapun enggak mau. Yang bertanggungjawab penuh dalam investasi adalah Manajer Investasinya. Setiap resiko investasi berada dalam rentang kendalinya,” imbuhnya.
Heru Hidayat mengatakan MI ini independent dan sulit dipengaruhi.
“Mereka ini ibarat dokter jantung. Mereka tunduk pada aturan profesi. Saya misalnya menjadi pasien lalu dating ke dokter agar disuntik mati. Pasti dokternya gak mau,” pungkasnya.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich