Kasus Kayu Ilegal Selundupan dari Papua Barat Siap Disidang

Senin, 15 April 2019 – 19:08 WIB
KLHK sita 199 kontainer kayu ilegal di Surabaya. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Dua perusahaan terkait 81 kontainer dan 1.100 meter kubik kayu ilegal asal Papua yaitu CV ATI dan CV CV STI akan segera disidangkan.

Persidangan digelar setelah Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK menerima dua surat dari Kejaksaan Agung tertanggal 4 April 2019 (No B/808/E.4/Epk/04/2019 dan No B/809/E.4/Epk/04/2019) yang menyatakan dua berkas perkara itu tersebut telah lengkap (P21).

BACA JUGA: Dosen Unilak Diundang Khusus KLHK Ikut Forum Kehutanan Bersama PBB

Selanjutnya dengan penyerahan tersangka & barang bukti (Tahap II) pada 8 April 2019 di Sorong, Papua Barat.

CV ATI dan CV STI – dua perusahaan tersebut– adalah pemain besar kayu ilegal di Papua Barat. Tersangka dari kasus ini adalah HBS alias MH anak Parman.

BACA JUGA: KLHK Ukir Sejarah di Riau, Beri SK Hutan Pendidikan untuk Unilak

Keberhasilan para penyidik ini dalam menyelesaikan berkas perkara dengan cepat dan tepat waktu merupakan bagian dari akuntabilitas dan tanggung jawab Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK kepada publik dan negara. 

“Kami harus segera menyelesaikan penanganan kasus ini karena masih ada beberapa tersangka lainnya saat ini sedang diperiksa oleh penyidik KLHK terkait kayu ilegal asal Papua yaitu DG, Direktur PT MGM, dan DT, Direktur PT EAJ ditahan di Jakarta. TS, Direktur PT RPF ditahan di Makassar sedangkan J Direktur CV BK ditahan di Surabaya. Sementara itu ET, Direktur CV AKG telah diterbitkan DPO (nomor: DPO/07/III/RRS.10.2/2019/Ditreskrimsus tanggal 4 Maret 2019)," ujar Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK.

BACA JUGA: KLHK Terus Tingkatkan Kapasitas Pengawasan Intern Pemerintah

Sementara itu Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani beberapa waktu yang lalu menegaskan upaya penyelamatan sumber daya alam melalui pemberantasan pembalakan liar merupakan komitmen pemerintah.

"Kejahatan ini harus kita lawan karena menghancurkan ekosistem, mengancam kehidupan masyarakat dan merugikan negara. Perusakan lingkungan adalah kejahatan luar biasa, harus kita tangani bersama-sama. Harus ada efek jera, kami mengharapkan penegakan hukum pidana pencucian uang dapat segera diterapkan untuk kasus sumberdaya alam," tegasnya.

Untuk penguatan penegakan hukum, dia mengatakan, KLHK bekerja sama dengan banyak pihak untuk melawan kejahatan ini, termasuk dengan KPK, Kepolisian, TNI AL, BAKAMLA dan Kejaksaan Agung.

Secara khusus diamengapresiasi pihak Kejaksaan Agung sehingga penyerahan berkas penanganan kasus ini dapat diselesaikan. 

“Saya berharap semua bersama-sama mengawal proses ini di pengadilan hingga mendapat putusan inkracht, dan pelaku mendapatkan hukuman maksimal,” kata Rasio Ridho Sani.

Yazid Nurhuda mengatakan bahwa tersangka dijerat dengan Pasal 87 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 95 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 86 ayat 1 huruf a UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan hukuman maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 5 milar.

Efek jera bisa diharapkan muncul ketika terdakwa dikenakan hukuman pidana penjara dan ganti rugi. Harapannya, para pembalak liar ini menghentikan perbuatannya sekarang.(adv/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri LHK : Akuntabilitas Kunci Utama Good Governance


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler