JAYAPURA - Panitia Pengawas (Panwas) Pemilukada Provinsi Papua melaporkan beberapa kasus pidana pemilihan Gubernur Papua ke Polda Papua. Laporan itu terkait di antaranya kasus pengeroyokan yang mengakibatkan anggota DPRD Kabupaten Tolikara, Hosea Yosia Koroba meninggal dunia saat hari pemungutan suara, Selasa (29/1) lalu.
Ketua Panwas Pemilukada Papua, Onny J.J. Lebelauw,SE mengatakan, selain akan melaporkan kasus pengeroyokan terhadap anggota DPRD Kabupaten Tolikara, pihaknya juga akan melaporkan dua pelanggaran pidana lainnya yakni kampanye bagi-bagi uang di Wamena, Jayawijaya dan bentrok dua pendukung kandidat Gubernur Papua di Yahukimo.
"Informasinya ada luka bekas benda tumpul di bagian kepalanya. Berarti mereka pukul atau ada kekerasan. Tapi saya belum bisa pastikan ya. Tidak itu saja, kami juga memberikan tembusan ke Polda Papua kasus yang dulu terjadi di Yahukimo dan di Wamena. Yang di Wamena itu pidana pemilu. Kalau di Yahukimo itu pidana murni, karena itu terjadi sudah selesai kampanye," kata Onny seperti yang dilansir Cenderawasih Pos (JPNN Group), Jumat (1/2).
Onny mengungkapkan, pelanggaran administrasi saat kampanye lainnya yang juga sudah diselesaikan antara tim pasangan calon dengan panwas setempat, di antaranya adalah pelanggaran pemasangan baliho ucapana selamat Natal dan Tahun Baru, pemasang baliho bukan pada tempatnya, seperti di jalan-jalan protokol di Merauke, dan pembagian komputer ke lembaga keagamaan saat salah satu pasangan calon kampanye di Biak.
Selain dilakukan teguran, para tim kampanye secara langsung juga meminta maaf dan melakukan pernyataan sikap secara resmi untuk tidak mengulang lagi perbuatan mereka. "Mereka semua sudah mengaku salah. Mereka juga sudah membuat surat pernyataan," jelasnya.
Onny menambahkan, pelanggaran saat pencoblosan seperti mobilisasi massa, bagi-bagi uang dan jual-beli surat suara, hingga hari ini belum ada yang melaporkan kepada panwas.
"Jadi saat ini baik masyarakat atau LSM belum ada yang melapor ke Panwas. Hanya banyak masyarakat yang melaporkan melalui telepon dan juga via sms yang orangnya tidak dikenal. Kalau seperti ini melapornya, kami tidak bisa menerimanya secara resmi, apalagi ditindaklanjuti," tuturnya.
Mengenai penggunaan noken dalam pelaksanaan pencoblosan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua, pihaknya menyatakan hal itu belum seutuhnya tersosialisasi.
Dikatakannya, dampak kurang tersosialisasikan itulah, anggota DPRD Kabupaten Tolikara, Hosea Yosia Koroba menjadi korban saat berlangsungnya pencoblosan dengan menggunakan noken di Kabupaten Tolikara.
"Sebenarnya sistem noken itu tidak ada yang salah. Noken sangat bagus digunakan, karena fungsinya menggantikan kotak suara. Cuma orang bisa menyalahgunakannya. Dimana orang yang mempunyai kepentingan, langsung mengatas namakan calonnya dengan jumlah sekian ribu atau seorang mewakilkan sekian ribu orang," jelasnya.
Menurutnya, dari sistem noken ini, sudah tidak melihat lagi asas pemilukada yang dianut negara ini, dimana jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia sudah tidak lagi dilaksanakan. Sebab, dengan sistem noken itu orang lain langsung mengetahui siapa yang dipilih.
"Jurdil dan Luber kalau menggunakan noken sudah tidak digunakan lagi. Dan itu juga yang mengakibatkan seorang anggota DPRD Tolikara tewas, karena kita mengetahui siapa yang dipilih dan sudah merencanakannya," tuturnya.
Dalam pelaksanaan pencoblosan di Tolikara, ada yang bertentangan dengan juknis penggunaan sistem noken dari KPU provinsi, karena dalam pelaksanaannya, banyak yang diwakilkan dalam memilih.
Dari kejadian ini, Ony selaku Ketua Panwas, memaparkan apa yang terjadi dalam pelaksanaan noken ini, dari awal sudah kurang sosialisasi, baik sosialisasi manfaatnya, tujuannya, serta mekanismenya. "Kami melihat juknisnya kurang disosialisasikan dan pelaksanaannya juga kurang merata sampai ke masyarakat akar rumput," tuturnya. (ro/lay/fud)
Ketua Panwas Pemilukada Papua, Onny J.J. Lebelauw,SE mengatakan, selain akan melaporkan kasus pengeroyokan terhadap anggota DPRD Kabupaten Tolikara, pihaknya juga akan melaporkan dua pelanggaran pidana lainnya yakni kampanye bagi-bagi uang di Wamena, Jayawijaya dan bentrok dua pendukung kandidat Gubernur Papua di Yahukimo.
"Informasinya ada luka bekas benda tumpul di bagian kepalanya. Berarti mereka pukul atau ada kekerasan. Tapi saya belum bisa pastikan ya. Tidak itu saja, kami juga memberikan tembusan ke Polda Papua kasus yang dulu terjadi di Yahukimo dan di Wamena. Yang di Wamena itu pidana pemilu. Kalau di Yahukimo itu pidana murni, karena itu terjadi sudah selesai kampanye," kata Onny seperti yang dilansir Cenderawasih Pos (JPNN Group), Jumat (1/2).
Onny mengungkapkan, pelanggaran administrasi saat kampanye lainnya yang juga sudah diselesaikan antara tim pasangan calon dengan panwas setempat, di antaranya adalah pelanggaran pemasangan baliho ucapana selamat Natal dan Tahun Baru, pemasang baliho bukan pada tempatnya, seperti di jalan-jalan protokol di Merauke, dan pembagian komputer ke lembaga keagamaan saat salah satu pasangan calon kampanye di Biak.
Selain dilakukan teguran, para tim kampanye secara langsung juga meminta maaf dan melakukan pernyataan sikap secara resmi untuk tidak mengulang lagi perbuatan mereka. "Mereka semua sudah mengaku salah. Mereka juga sudah membuat surat pernyataan," jelasnya.
Onny menambahkan, pelanggaran saat pencoblosan seperti mobilisasi massa, bagi-bagi uang dan jual-beli surat suara, hingga hari ini belum ada yang melaporkan kepada panwas.
"Jadi saat ini baik masyarakat atau LSM belum ada yang melapor ke Panwas. Hanya banyak masyarakat yang melaporkan melalui telepon dan juga via sms yang orangnya tidak dikenal. Kalau seperti ini melapornya, kami tidak bisa menerimanya secara resmi, apalagi ditindaklanjuti," tuturnya.
Mengenai penggunaan noken dalam pelaksanaan pencoblosan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua, pihaknya menyatakan hal itu belum seutuhnya tersosialisasi.
Dikatakannya, dampak kurang tersosialisasikan itulah, anggota DPRD Kabupaten Tolikara, Hosea Yosia Koroba menjadi korban saat berlangsungnya pencoblosan dengan menggunakan noken di Kabupaten Tolikara.
"Sebenarnya sistem noken itu tidak ada yang salah. Noken sangat bagus digunakan, karena fungsinya menggantikan kotak suara. Cuma orang bisa menyalahgunakannya. Dimana orang yang mempunyai kepentingan, langsung mengatas namakan calonnya dengan jumlah sekian ribu atau seorang mewakilkan sekian ribu orang," jelasnya.
Menurutnya, dari sistem noken ini, sudah tidak melihat lagi asas pemilukada yang dianut negara ini, dimana jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia sudah tidak lagi dilaksanakan. Sebab, dengan sistem noken itu orang lain langsung mengetahui siapa yang dipilih.
"Jurdil dan Luber kalau menggunakan noken sudah tidak digunakan lagi. Dan itu juga yang mengakibatkan seorang anggota DPRD Tolikara tewas, karena kita mengetahui siapa yang dipilih dan sudah merencanakannya," tuturnya.
Dalam pelaksanaan pencoblosan di Tolikara, ada yang bertentangan dengan juknis penggunaan sistem noken dari KPU provinsi, karena dalam pelaksanaannya, banyak yang diwakilkan dalam memilih.
Dari kejadian ini, Ony selaku Ketua Panwas, memaparkan apa yang terjadi dalam pelaksanaan noken ini, dari awal sudah kurang sosialisasi, baik sosialisasi manfaatnya, tujuannya, serta mekanismenya. "Kami melihat juknisnya kurang disosialisasikan dan pelaksanaannya juga kurang merata sampai ke masyarakat akar rumput," tuturnya. (ro/lay/fud)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasien Keluhkan Obat Jamkesmas
Redaktur : Tim Redaksi