Yohanes Sokoy akhirnya bisa bernafas lega, setelah dipertemukan dengan anaknya, Gerald Sokoy, di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, akhir pekan lalu (25/09).
Gerald adalah salah satu tenaga kesehatan yang sempat dilaporkan hilang dalam insiden kontak tembak yang diikuti oleh pembakaran Puskesmas di distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang pada tanggal 13 September 2021.
BACA JUGA: DKI Jakarta Sabet Dua Medali Emas PON Papua 2021 dari Cabor Sepatu Roda
Bupati Pegunungan Bintang, Spei Yan Bidana, mengatakan Gerald dijemput di Distrik Okika dan diterbangkan ke Sentani oleh Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang.
Kepada wartawan di Sentani, Gerald menceritakan pengalamannya selamat dari peristiwa tersebut.
BACA JUGA: Daftar Dosa Senaf Soll Pecatan TNI yang Gabung KKB Semasa Hidup, Oh Ternyata
Mendengar tembakan dari dalam rumah sendiriMenurut Gerald, sebelum terjadi kontak tembak, ia dan rekannya sedang berada di rumah dinas ketika mendengar teriakan untuk keluar dari rumah karena rumah tersebut akan dibakar.
“Kitong (kami) mau lari keluar, tapi takut, jadi [kami] tinggal [di] dalam rumah saja.”
BACA JUGA: Tenaga Kesehatan Asal Indonesia Ikut Menjadi Garda Terdepan Saat Pandemi di Australia
“Karena sudah takut sekali, jadi saya lari saja keluar, lompat [ke] jurang. Sempat dengar juga ada bunyi tembakan dari dalam rumah sendiri, dari dalam kitong punya rumah,” kata Gerald Sokoy kepada wartawan, Sabtu (25/09).
Gerald mengaku bunyi tembakan dari dalam rumahnya membuatnya kaget dan memilih berlari lebih kencang lagi menjauhi lokasi serta melompat ke dalam jurang.
"Sesudah itu saya lari terus, tidak pernah lagi melihat ke belakang, lalu sampai di kali (sungai) dan tinggal di kali," tambahnya.
Ia mengaku bersembunyi di sungai sambil menunggu situasi lebih aman, sebelum meneruskan perjalanan dan bertemu dengan warga.
Dalam insiden tersebut, seorang tenaga kesehatan lainnya, Gabriella Meilani, tewas saat berusaha menyelamatkan diri.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Amnesty International Indonesia, empat perawat lainnya mengalami luka-luka dan 300 nakes lainnya. Kesaksian dari tenaga kesehatan yang selamat
Kontak tembak antara pasukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB dan pasukan TNI yang berujung tewasnya suster Gabriella terjadi di Distrik Kiwirok pada 13 September 2021.
Sejumlah kantor dan layanan masyarakat di Kiwirok, termasuk Puskesmas Kiwirok, gedung kantor Bank Papua, dan sekolah juga turut dibakar dalam insiden ini.
TPNPB mengaku bertanggung jawab atas penembakan dan pembakaran sejumlah fasilitas umum di Kiwirok, tetapi membantah telah menyerang tenaga kesehatan dan membunuh suster Gabriella.
Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom kepada portal berita Jubi mengatakan, alasan TPNPB menyerang Puskemas Kiwirok adalah karena pasukan TPNPB ditembaki dari arah itu.
“TPNPB melaporkan bahwa [ada] yang keluarkan pistol dan mengarahkan tembakan ke arah pasukan TPNPB,” ujarnya, seperti yang dikutip dari Jubi.
Sebelumnya, sempat beredar viral video pengakuan sejumlah tenaga kesehatan yang selamat.
Dalam video tersebut, salah satu nakes, Marselinus Ola Atanila, menuturkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) juga menganiaya para suster, yang berujung pada tewasnya suster Gabriella.
“Mereka mulai membabi-buta, mereka mulai menelanjangi suster-suster … kemudian dianiaya secara tidak manusiawi. Paha mereka ditikam, muka mereka ditonjok, kemudian, minta maaf, tetapi kemaluan mereka juga ditikam dengan parang,” kata Marselinus dalam video yang diterima ABC Indonesia.
Menurut Marselinus para suster kemudian pingsan lalu didorong ke dalam jurang. Komnas HAM Papua masih menunggu keterangan dari Gerald Sokoy
Perawat yang luka-luka pekan lalu telah mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Papua untuk mengadukan insiden ini.
Kepada ABC Indonesia, kepala kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Bernard Ramandey mengatakan setelah pekan lalu para tenaga kesehatan telah memberikan keterangan, hari ini (28/09) Komnas HAM berharap mendengar keterangan dari Gerald Sokoy.
"Keterangan Gerald Sokoy itu menjadi penting untuk Komnas HAM akan menentukan apakah perlu ada pembentukan tim investigasi ataukah cukup dengan mendengarkan keterangan Gerald Sokoy," kata Frits kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia.
"Karena kalau kita melihat keterangan Gerald Sokoy secara sepintas, ini agak sedikit berbeda dengan keterangan para nakes yang lain."
"Jadi sekali lagi, kami masih menunggu keterangan Sokoy. Dia baru ngomong sedikit ke media, dia belum ngomong kepada kami," tambah Frits.
Sementara itu, ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Papua, Donald Aronggear, mengatakan IDI Papua terus mendampingi proses pemulihan fisik dan psikis para tenaga kesehatan yang menjadi korban penyerangan tersebut.
Ia mengingatkan kejadian ini tidak hanya berdampak pada tenaga kesehatan, tapi juga warga setempat.
"Serangan terhadap fasilitas dan layanan kesehatan di Puskesmas Kiwirok tidak hanya mengorbankan tenaga kesehatan, namun juga menghilangkan sarana dan hak masyarakat setempat yang membutuhkan bantuan atau penanganan medis dan kesehatan," kata dr Donald Aronggear dalam keterangan tertulisnya yang diterima pada Minggu (26/09). Negara harus mengusut tuntas insiden yang menewaskan Suster Gabriella
Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Wirya Adiwena mengatakan peristiwa yang menewaskan suster Gabriella adalah tragedi kemanusiaan yang harus diinvestigasi secara serius.
Menurutnya terlepas dari keterangan Gerald, investigas Komnas HAM tetap penting untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran hak asasi.
“Siapa pun pelaku pelanggaran HAM, apakah aparat keamanan, kelompok bersenjata, atau bahkan warga biasa, jika terbukti terlibat, harus diadili secara terbuka, efektif, dan independen di pengadilan sipil," kata Wirya kepada ABC Indonesia.
Wirya mengatakan peristiwa ini juga selayaknya menjadi momentum bersama untuk "mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun dan tidak berhasil."
"Ini adalah siklus kekerasan yang harus kita akhiri segera," ujarnya.
Seruan ini senada dengan sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Di akun media sosialnya, IDI mengatakan serangan terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan adalah kejahatan kemanusiaan serius.
“Pemerintah harus berupaya untuk mengusut secara tuntas dan mencegah kejadian serupa tidak terjadi di kemudian hari.” Kontak senjata masih terus terjadi di Pegunungan Bintang
Sementara itu kontak senjata masih terus terjadi di Distrik Kiwirok di Pegunungan Bintang, Papua.
Dalam baku tembak antara pasukan TNI-Polri dan kelompok bersenjata pada Minggu pagi kemarin (26/09), seorang personel Brimob bernama Bharada Muhammad Kurniadi dilaporkan meninggal dunia.
Insiden yang menewaskan anggota Brimob Kelapa Dua ini dibenarkan Kapolres Pegunungan Bintang AKBP Cahyo Sukarnito.
"Saat ini jenazahnya sudah dievakuasi ke Sentani dengan menggunakan pesawat charter dan akan langsung dibawa ke RS Bhayangkara," kata AKBP Cahyo, dikutip dari kantor berita Antara, Minggu lalu (26/09).
Lima hari sebelumnya di Kiwirok anggota Yonif 403/WP, Pratu Ida Bagus Putu, meninggal dunia dalam kontak senjata saat mengamankan lapangan terbang untuk proses evakuasi jenazah tenaga kesehatan Gabriela Meilani.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tim Sepak Bola Papua Menang Telak atas Jawa Barat di PON XX 2021