Inisiatif Brazil itu sukses membawa Negeri Samba itu sebagai pelopor dunia dalam mengantisipasi climate change. Pamornya semakin popular, karena Rio Declaration yang diteken di Rio de Jeneiro itu menjadi warning bagi seluruh bangsa di muka bumi akan pentingnya menjaga planet ini dari segala ancaman kerusakan lingkungan. Bukan hanya sepak bola dan Piala Dunia 2014 yang melambungkan negeri yang dipimpin Presiden Dilma Rousseff ini, mereka juga pintar mengemas isu lingkungan yang seksi dan mendunia.
Swiss juga tidak kalah hebat. The World Economic Forum di Davos, Klosters, Switzerland, pada 22-23 Januari lalu juga mendapat titel “the most powerfull and influential forum”, sebuah momen yang memiliki kekuatan dan pengaruh yang mendunia. Tema ekonomi, cukup menggelitik bagi Eropa dan Amerika Serikat. Apalagi dalam dua tahun terakhir, dua benua itu paling terimbas olah dampak resesi dunia.
Lalu Indonesia mau bikin apa? Yang heboh, menghentak, dengan tema yang menantang? Yang membuat tatapan mata seluruh dunia menengok ke Indonesia? Yang dihadiri ratusan kepala negara, minimal setingkat menteri? Yang kelak menjadi centrum dan secara periodik menjadi forum kebanggaan dunia? Yang bermanfaat buat perkembangan masyarajat dunia yang lebih bermartabat?
Inilah, salah satu yang membuat gelisah Presiden SBY. Masak 235 juta manusia Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa? Masak hanya puas menjadi penonton dan peserta saja? Itulah yang kemudian dijawab oleh Kemendikbud RI, melalui program Bali WCF 2012. Singkatannya, The World Cultural (in Development) Forum 2012, yang bakal digelar di Pulau Dewata, November 2013 mendatang.
“Inilah mengapa kami melakukan roadshow, mengajak negara-negara yang menjadi icon kebudayaan dunia, yang disarankan UNESCO,” kata Prof Dr Wiendu Nuryanti M.Arch, PhD, Wakil Mendikbud Bidang Kebudayaan, saat ditemui ibukota Brazil, Brasilia, kemarin.
Pintu masuknya adalah kebudayaan. Di “rumah kebudayaan” itulah, banyak menu yang nantinya bisa diurai bersama-sama untuk kesejahteraan manusia. Ada sedikitnya delapan negara yang menjadi mitra strategis, yang akan ditempatkan sebagai sesama anggota committee.
Di antaranya, Jepang, India, China, Turki, Prancis, Inggris, Afrika Selatan, AS dan Brazil. “Saya sudah menjajaki dua negara, yakni Prancis dan Brazil. Hasilnya, sangat antusias, responsnya positif, dan akan ditindaklanjuti dalam tataran teknis,” ungkap Wiendu.
Negara-negara itulah yang memiliki akar sejarah kebudayaan dan peradaban yang sangat maju. Budaya itu juga sudah diimplementasi dalam kerangka membangun negeri, sehingga mereka bisa melakukan percepatan tanpa meninggalkan lebih banyak “residu” pembangunan yang sering merepotkan. Mereka juga menggunakan basis budaya, dalam menciptakan karya, sehingga produk kreatifnya juga bisa lebih dalam filosofisnya.
Di WCF 2013 nanti, Wiendu juga tidak terpaku pada pembicaraan serius soal budaya saja. Tetapi juga soal membahas soal anak muda (youth), perempuan (gender), peran media dan NGO, yang selama ini perlu mendapatkan perhatian secara berkelanjutan.
“Lalu dimeriahkan dengan bahasa seni, karya budaya negeri-negeri yang berkarakter dan mendunia, seperti Brazil memilki Rio Carnival yang dahsyat setiap Februari? Juga Tarian Samba, yang menjadi khas Amerika Latin,” ujarnya.
Mengapa Brazil sangat bermakna di forum WCF 2013 itu? Pertama, mereka sudah sukses di forum dunia soal lingkungan, karena itu ditawarkan menjadi mitra strategis. Kedua, Brazil berhasil menempatkan kebudayaan sebagai pilar dalam membangun negeri yang mandiri. Brazil adalah satu-satunya negeri di Amerika Latin, yang menggunakan bahasa nasional Portugal. Tetapi, mereka tetap hidup dalam alam yang surplus dan semakin maju.
Ketiga, Brazil bisa menjadi faktor daya pikat yang luar biasa. Terutama, jika negeri bermata uang Real Brazil itu mau mengirimkan delegasi tingkat tinggi di WCF 2013, mendaftarkan nara sumber yang bakal bicara di forum itu, dan mengirimkan misi keseniannya. Misalnya, Samba, Carnival dan aktraktivitas pendukung lainnya.
“Yang paling monumental adalah, tahun 2013 itu merupakan tahun ke-60, hubungan diplomatik Indonesia-Brazil. Sudah lama kerjasama ini terjalin dengan baik. Dan saatnya menaikkan statusnya menjadi lebih baik lagi,” papar Wiendu.
Selain mengunjungi beberap lokasi ekonomi kreatif berbasis budaya, selama di Brazil Wiendu Nuryanti langsung memimpin rombongan yang mempresentasikan konsep WCF 2013 itu ke beberapa stakeholder di sana. Termasuk ke Ministry of External Relations yang bertemu dengan Ambasador Hadil Fontes da Rocha Vianna, Head Secretary General of Cooperation, Culture and Trade Promotion di Gedung Kementerian Luar Negeri Brazil. Di situlah, pintu masuk untuk didistribusikan ke pihak-pihak yang terkait dengan birokrasi di Brazil.
Wiendu juga didampingi oleh Duta Besar Indonesia untuk Brazil, Sudaryomo Hartosudarmo, Prof Aman Wirakartakusumah, Prof Heddy Shri Ahimsa Putra, Cultural Expert dari UGM Jogjakarta dan beberapa expert lainnya. Selain itu, juga berkunjung ke instansi yang lebih teknis lagi, yakni kantor Secretaria da Economy Creativa.
Rombongan diterima oleh juru bicaranya, Claudia Leitao, National Secretary of Creative Economy Brazil bersama Luiz Antonio Gouveia, Director de Desenvolvimento e Monitoramento, Ministrio da Cultura.
Apa yang membuat mereka terpikat oleh program ini? Pertama, kata kuncinya “Bali” yang ditonjolkan di depan tittle WCF 2013. “Harus diakui, Bali sangat popular di seluruh dunia, termasuk di Amerika Latin dan Brazil ini. Jadi menggunakan istilah “Bali” untuk menarik minat negara lain, itu menjadi sangat menantang.
“Buktinya, Anda bisa lihat sendiri? Mereka langsung terpikat sehingga diplomasi dan komunikasi selanjutnya lebih nyambung,” papar Wiendu.
Kedua, poin masuknya adalah tema budaya. Di sudut dunia manapun, yang namanya budaya, itu pasti mendapatkan penghormatan yang manusiawi. Bahasa musik, bahasa keindahan, bahasa peradaban itu universal. Apa saja bisa masuk, dan apa saja bisa diaplikasikan dengan optimal. Kuncinya adalah, pahami budaya dengan sedalam-dalamnya. (bersambung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tempat Tidur Bisa Dibeli, Tidur Nyenyak Tak Bisa Dibeli
Redaktur : Tim Redaksi