JAKARTA - Persidangan kasus suap dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Kemenakertrans, semakin menunjukkan adanya permainan dari orang-orang yang selama ini disebut sebagai makelar anggaran. Bahkan pengaturan alokasi PPID, dimaksudkan agar kolega pimpinan Banggar DPR mendapat proyeknya.
Pada persidangan atas Sesditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakrtrans, I Nyoman Suisnaya di Pengadilan Tipikor, Rabu (1/2) malam, Iskandar Pasajo alias Acos yang dihadirkan sebagai saksi mengungkapkan bahwa dirinya pernah melakukan pembicaraan tentang komitmen fee dana PPID dengan Sindu Malik Pribadi. Pembicaraan itu untuk mengarahkan agar Hamzah yang dikenal sebagai kawan dekat Wakil Ketua Banggar DPR, Tamsil Linrung, mendapatkan proyek PPID di Papua.
Hal itu terungkap setelah rekaman sadapan pembicaraan antara Acos dan Sindu diputar di persidangan. Dalam pembicaraan hasil sadapan itu disebut kata "beliau" dan "kawan dekat Pak Tamsil".
Hakim ketua, Sudjatmiko pun menanyakan maksud kata "beliau" dalam pembicaraan tersebut. "Beliau itu siapa?" cecar Sujatmiko. "Pak Tamsil," jawab Acos.
Lantas siapa yang disebut dengan "kawan dekat" itu? "Itu Pak Hamzah. Direktur PT Sadar Jaya Abadi," sambung Acos.
Tak hanya itu, Acos juga ditanya tentang alasan membawa nama Hamzah dan PT Sadar Jaya Abadi dalam pembicaraan tentang PPID itu. "Ya kan biar dapet juga proyek di Papua," kata Acos yang dalam persidangan itu mengaku memang ingin mendapat jatah komitmen fee dari proyek PPID.
Seperti diketahui, Nyoman Suisnaya didakwa menerima uang sogokan sebesar Rp 1,5 miliar dari kuasa PT Alam Jaya Papua, Dharnawati. Uang itu dimaksudkan agar PT Alam Jaya Papua mendapat proyek PPID di empat kabupaten di Papua dan Papua Barat.
Oleh Dharnawati, kasus itu muncul karena adanya makelar dan mafia anggaran. Perempuan yang sering disapa dengan nama Nana itu menyebut Sindu Malik dan Acos sebagai calo-calo anggaran.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sikat Narkoba, Kapolri Janji Sasar Tempat Hiburan
Redaktur : Tim Redaksi