jpnn.com, JAKARTA - Psikolog klinis Anggiastri Hanantyasari Utami dari Universitas Gadjah Mada mengatakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa dicegah.
Oleh karena itu, sebelum menuju jenjang pernikahan, pasangan harus memahami karakter diri, mengembangkan kematangan emosional, serta mengenali pasangan.
BACA JUGA: Komunitas Ekonomi Kreatif Apresiasi Dukungan Presiden Jokowi
"Penting bagi calon pengantin mengetahui secara umum bagaimana hubungan pasangan dengan keluarganya dan bagaimana mereka berinteraksi dalam keluarga," kata Anggiastri, di Jakarta, Selasa (11/10).
Calon pasangan juga harus mengetahui cara interaksi pasangan dengan keluarga.
BACA JUGA: Lesti Kejora Korban KDRT, Orang Ini Akan Diperiksa Polisi Besok
"Yang berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar mengenai cara mereka menyelesaikan masalah, apakah dengan cara yang baik atau melibatkan agresivitas baik verbal maupun fisik," bebernya.
Anggota Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu menambahkan calon pasangan suami istri perlu untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang berpotensi memunculkan masalah dalam rumah tangga dan bagaimana mereka akan mengatasinya di kemudian hari.
BACA JUGA: Rizky Billar Bantah Lakukan KDRT, Kuasa Hukum Lesti Kejora Merespons Begini
"Seperti masalah finansial, keromantisan dalam rumah tangga, pengasuhan, dan lain-lain," kata Anggiastri.
Kemudian, sejak awal calon pengantin harus secara tegas menentukan batasan toleransi ketika mereka menghadapi konflik. Sejak awal, misalnya, katakan secara tegas bahwa perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga adalah hal fatal yang tak dapat diterima dalam pernikahan.
Di sisi lain, setiap calon pengantin juga perlu untuk memahami dan menyiapkan dirinya terlebih dahulu di mana individu mampu memahami karakter diri, peka pada kebutuhan-kebutuhan diri, mengembangkan kematangan emosional dan mampu memberdayakan diri.
Psikolog klinis Annisa Prasetyo Ningrum dari Universitas Indonesia mengatakan kekerasan dalam rumah tangga pada umumnya tidak terjadi secara tiba-tiba. KDRT terjadi karena dipicu oleh sesuatu.
Maka, penting bagi calon pasangan suami istri untuk mengidentifikasi situasi atau hal yang berpotensi menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, mulai dari kondisi keluarga, karakter, perbedaan sudut pandang hingga masalah finansial.
"Identifikasi situasi yang berpotensi jadi sumber konflik agar bisa menentukan langkah preventif dan hal-hal yang berpotensi konflik tersebut tidak sampai berujung kekerasan," kata anggota Ikatan Psikologi Klinis Jawa Barat itu.
Konseling pranikah dapat dilakukan oleh calon mempelai agar bisa mendapat arahan profesional dalam menentukan langkah preventif.
Selain itu, penting juga untuk membekali diri dengan literasi mengenai UU yang mengatur tentang KDRT agar masing-masing pihak lebih sadar dengan konsekuensi kekerasan di mata hukum.
"Hal ini diharapkan dapat memotivasi calon pasutri untuk berupaya agar tidak sampai menjadi pelaku atau korban KDRT," tegas Annisa.
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul