Kebebasan yang Tertunda

Novel dan DVD Dirilis

Rabu, 22 Februari 2012 – 08:35 WIB
Hanung Bramantyo (tengah), sutradara kawakan Indonesia dan Hengky Solaiman (kedua kanan) saat peluncuran DVD film "?" dan buku novel "Harmoni dalam ?" di Gandaria City Mall, Jakarta, kemarin (21/2). FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos

JAKARTA - Kisah film garapan Hanung Bramantyo sekompleks ceritanya. Perjalanannya berliku. Bahkan, urusan merilis DVD dan novelnya saja masih harus tersendat-sendat. Itu semua terjadi karena efek intimidasi dari sebuah ormas. Teror terjadi sejak kali pertama film yang bercerita tentang pluralisme itu rilis pada 7 April tahun lalu.

Karena itu, saat muncul isu di publik tentang penolakan terhadap ormas tersebut, Hanung merasa saat ini adalah momen yang tepat untuk segera merilis DVD serta novelnya. "Kalau tidak sekarang, kapan lagi," kata Hanung ditemui di Restoran Raja Ketjil, Gandaria City, Jakarta Selatan, kemarin (21/2).

Dia bilang, adanya isu tersebut sedikit banyak membawa perubahan. Setidaknya ormas tersebut sekarang lebih berpikir untuk bertindak. Sejatinya novel dan DVD tersebut rilis empat bulan setelah penayangan film. Namun, karena ada intimidasi tersebut, efek yang ditimbulkan menjadi domino. Banyak penerbit yang menolak novel yang ditulis Melvy Yendra dan Adriyati itu.

"Penerbit terbesar di Indonesia menolak memajang cover buku yang sama dengan filmnya. Mereka meminta cover-nya dibuat berbeda supaya tidak terlihat bahwa ini novel film ". Bahkan, saat kami mencari tempat untuk konferensi pers peluncuran, semua tempat menolak. Mereka takut ada aksi dari ormas tersebut. Akhirnya kami mengalah. Kami menunda," urai suami Zaskia Adya Mecca itu.

Tanggungan yang dimiliki pihak Hanung dan juga Mahaka Pictures sebenarnya bukan hanya masalah novel dan DVD. Tapi, mereka juga berkewajiban mengumumkan pemenang sayembara judul novel. Novel yang diterbitkan oleh Mahaka Penerbit itu tidak berjudul ", melainkan Harmoni dalam Tanda Tanya yang merupakan usul dari publik. Pembuat judul itulah yang akhirnya menang.

Cerita lain adalah saat salah satu stasiun TV hendak menayangkan film tersebut. Keinginan itu harus tertunda juga. Sebab, stasiun TV tersebut mendapat ancaman. Tapi, dengan berbagai proses, akhirnya nanti 24 Februari film itu tayang juga. "Ini adalah perjuangan dari kami agar karya ini bisa disaksikan," tegas Hanung.

Celerina Judisari dari Mahaka Pictures bertutur tentang teror yang mereka terima saat menayangkan film yang dibintangi Revalina S. Temat, Reza Rahadian, Rio Dewanto, dan Agus Kuncoro itu. Ormas tersebut tidak hanya melakukan pergerakan di Jakarta, namun juga di daerah-daerah. Hal itu membuat jaringan bioskop merasa ketakutan. Yang terparah adalah di Tasikmalaya yang akhirnya sampai harus menurunkan film tersebut dari bioskop.

"Kalau yang di Tasikmalaya, itu memang sangat susah buat kami. Akhirnya kami putuskan untuk diturunkan. Pihak bioskop ketakutan. Teror secara pribadi atau personal memang tidak pernah kami terima. Kalau mau berdemo sih, silakan. Tapi, jangan sampai ada ancaman merusak dan lain-lain. Itu membuat semua orang ketakutan," ungkap Celerina.

Hanung sendiri merasa heran atas reaksi yang dilakukan ormas tersebut. Hanung dianggap membuat film yang menyebarkan kampanye Islam liberal. Film tersebut disebut merusak akidah.

"Film ini pernyataan. Kami bikin film ini bukan untuk merusak akidah. Tidak ada laporan kok ke saya, ada orang menjadi murtad setelah menonton film ini. Makanya, bagi kami, ini adalah momen yang menandakan kebebasan berekspresi. Kebebasan yang bertanggung jawab," tegasnya. (jan/c4/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangkitkan Kenangan Whitney Houston


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler