Keberhasilan Pertamina Raih Laba Rp15 Triliun, tak Lepas dari Dampak Positif Restrukturisasi

Senin, 16 Agustus 2021 – 13:36 WIB
PT Pertamina. Foto dok Pertamina

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai restrukturisasi membuat Pertamina lebih fokus dan lincah.

Kondisi tersebut, menurut Mamit tentu berdampak terhadap kinerja positif, termasuk raihan laba Rp15 Triliun pada Desember 2020 dan keberhasilan masuk ke dalam Fortune Global 500.

BACA JUGA: Benarkah Pasta Gigi Bisa Memutihkan Kulit Ketiak yang Menghitam?

Keberhasilan meraih laba Rp15 Triliun pada Desember 2020, jelas Mamit, karena Pertamina bisa melakukan perubahan, efisiensi, dan juga skala priotas terhadap pekerjaan.

Dalam hal ini, subholding membuat semua menjadi fokus terhadap fungsi masing-masing bidang.

BACA JUGA: Para Pecinta K-Beauty, Siap-Siap Dimanjakan Produk BNB

“Jelas berdampak positif. Pembentukan subholding membuat Pertamina lebih fokus dan lincah. Raihan laba Rp15 Triliun dan juga keberhasilan masuk Fortune Global 500, merupakan dampak dari restrukturisasi,” ujar Mamit.

Kinerja membanggakan tersebut dicapai ketika kebanyakan perusahaan migas dunia merugi akibat pandemi.

BACA JUGA: Gandeng Yura Yunita, BCA Digital Tingkatkan Literasi Finansial Milenial Lewat bluMusical

Melalui restrukturisasi, jelas Mamit, Pertamina memang lebih fokus pada bidang masing-masing. Misalnya Commercial and Trading Subholding, fokus pada peningkatan penjualan dan revenue perusahaan.

Begitu pula Upstream Subholding yang fokus pada lifting dan peningkatan produksi. Sedangkan Power & NRE Subholding, fokus untuk lakukan inovasi dan kajian, sehingga Pertamina tidak lagi sebagai perusahaan migas, tetapi perusahaan energi.

“Jadi semua fokus pada bidangnya dan tidak terganggu kebijakan-kebijakan lain,” tegas Mamit.

Bahkan, dengan restrukturisasi, masing-masing subholding juga bisa menjalankan penugasan pemerintah dengan baik. Tentu saja, dilakukan sambil menjalankan misi perusahaan untuk meraih laba.

“PGN, misalnya, bisa jalankan fungsinya terkait penugasan untuk menjual gas kepada konsumen industri tertentu dengan harga maksimal USD 6 per MMBTU. Tetapi di sisi lain, PGN juga harus fokus untuk mendapatkan keuntungan,” urai Mamit.

Restrukturisasi juga membuat masing-masing subholding lebih leluasa menjalankan kebijakan Pertamina.

Kondisi tersebut, menjadikan Pertamina lebih lincah  dan lebih cepat membuat keputusan pada level operasional.

“Lebih cepat dan tidak bertele-tele. Karena keputusan langsung dari direktur subholding tanpa harus menunggu dari persero,” kata dia.

Restrukturisasi semacam itu, kata Mamit, memang jamak dilakukan di berbagai perusahaan migas dunia.

Karena faktanya, banyak industri migas yang menerapkan pola subholding dan pada akhirnya menunjukkan keberhasilan.

“Bahkan, Petronas sudah IPO untuk anak perusahaan di bidang perkapalan. Jadi ini sudah clear dan Pertamina bisa belajar dari kisah sukses tersebut,” kata Mamit.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler