Kebijakan Amatir Bikin Mafia Minyak Goreng

Minggu, 20 Maret 2022 – 06:09 WIB
PKS meminta pemerintah tidak membuat kebijakan amatir untuk mengatasi kisruh minyak goreng yang menimbulkan mafia minyak goreng merajalela. Foto: Wenti Ayu/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - PKS meminta pemerintah tidak membuat kebijakan amatir untuk mengatasi kisruh minyak goreng.

Politiku PKS Mulyanto menilai kebijakan pemerintah menaikan harga eceran tertinggi minyak (HET) goreng curah sebesar Rp 14 ribu per liter dan melepas harga minyak goreng dalam kemasan pada mekanisme pasar sebagai pilihan kebijakan amatiran.

BACA JUGA: PKS Ajukan Hak Angket Minyak Goreng, PPP Singgung Kegaduhan Politik

"Kebijakan terkait minyak goreng ini terkesan trial and error. Akibatnya kebijakan gampang berubah ketika menghadapi tekanan dari pihak tertentu," beber Mulyanto saat dikonfirmasi JPNN.com, Sabtu (19/3).

Menurutnya, seharusnya sebuah kebijakan dibuat berdasarkan berdasarkan riset (research based policy) seperti di negara lain.

BACA JUGA: Harga Minyak Goreng 1 Liter Rp 20 Ribu, Kemasan Lebih Gila Lagi, Bu Susi Kaget

Mulyanto menyebut bukan kebijakan bongkar-pasang dan gonta-ganti, yang coba-coba. Tujuannya agar ada kepastian hukum dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat.

"Masyarakat sudah capek sekian bulan terombang-ambing oleh kebijakan minyak goreng pemerintah yang tidak jelas, yang banyak berteori, berwacana dan obral janji, malah berujung kelangkaan," kata Mulyanto.

BACA JUGA: Dukung Pansus Minyak Goreng, Dedi: Publik Harus Tahu Siapa Mafianya

Presiden Jokowi sebelumnya berjanji kebijakan yang telah diambilnya baru akan dievaluasi Mei 2022. Menteri Perdagangan juga berjanji untuk tidak mencabut HET.

Namun, nyatanya baru pertengahan Maret, kebijakan migor sudah dicabut.

"Menjilat ludah sendiri. Ini kan tidak konsisten," sindir Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Mulyanto mendesak pemerintah merancang kebijakan terbaru minyak goreng curah bersubsidi dengan HET Rp 14 ribu secara benar.

"Agar kebijakan itu benar-benar dapat dilaksanakan dengan saksama, baik terkait dengan skema subsidi maupun sistem pengawasannya," ucapnya.

Saat ini, lanjutnya, dengan sistem penjualan terbuka, maka peluang bagi penyimpangan minyak goreng curah bersubsidi ini tetap ada.

Paling tidak ada tiga peluang penyimpangan tersebut, yakni larinya minyak goreng curah bersubsidi rumah tangga ke industri baik makanan, minuman, maupun perhotelan.

Bisa jadi, kata Mulyanto, minyak goreng yang bersubsidi ini disimpangkan untuk disaring ulang, kemudian dikemas menjadi minyak goreng industri.

Kemungkinan lain adalah beralihnya konsumen minyak goreng premium kepada jenis curah bersubsidi.

"Kalau penyimpangan ini terjadi maka minyak goreng curah bersubsidi akan kembali langka," ungkap Mulyanto.

Data Kemenperin menyebutkan kebutuhan minyak goreng sawit nasional pada 2021 sebesar 5,07 juta ton. Jumlah tersebut terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 32 persen, migor curah rumah tangga sebesar 42 persen, dan minyak goreng kemasan sebanyak 26 persen.

"Pemerintah harus membangun sistem pengawasan yang andal, agar minyak goreng curah rumah tangga ini tidak lari menjadi minyak goreng kemasan," tandas Mulyanto.

Lembaga Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU) membongkar dugaan mafia minyak goreng.

Pasalnya, KPPU menyatakan industri minyak goreng Indonesia bersifat oligopoli.

 (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler