Kebijakan Kemasan Polos Dinilai Sebagai Upaya Diskriminatif terhadap Merek Dagang Rokok Elektronik

Senin, 11 November 2024 – 03:09 WIB
Rokok polos (ilustrasi). Foto: Dok. HBC

jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, yang tertuang di dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, dianggap sebagai upaya diskriminatif pemerintah terhadap merek dagang (brand) rokok elektronik.

Praktisi Merek & Pemasaran, Yuswohady mengatakan merek merupakan cerminan terhadap kualitas dan diferensiasi antara satu produk dan yang lainnya.

BACA JUGA: Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Melanggar UU HAKI

Dengan penyeragaman menjadi kemasan tanpa identitas merek, maka akan merugikan pelaku usaha dan konsumen secara langsung.

Bagi pelaku usaha, kelangsungan bisnisnya bakal terancam menurunkan omzet toko karena mendorong perilaku konsumen membeli produk yang murah, bukan berdasarkan pertimbangan atas kualitas produk. Adapun konsumen akan kebingungan dalam memilih produk berkualitas.

BACA JUGA: Dukung Pembangunan Infrastruktur & Perumahan dengan Semen Hijau, SIG Ajak Semua Pihak Bersinergi

"Dampak terburuk dari penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek adalah hilangnya merek dagang. Dilihat dari sisi pemasaran, dampaknya akan banyak muncul produk murah. Yang dikhawatirkan konsumen mencari merek apa pun yang cenderung murah. Jadi tidak bersaing soal kualitas, malah bersaing untuk harga murah," ujar Yuswohady.

Menurut dia, kehadiran produk rokok elektronik dengan harga murah akan memicu munculnya produk ilegal. Sebab, yang menjadi persaingan di pasar adalah harga murah, bukan berdasarkan kualitas produk.

BACA JUGA: Khawatir Bisa Mematikan Industri Tembakau, Apindo Tegas Menolak RPMK

"Saya kira pasar rokok elektronik akan mengalami kemunduran karena produk legal akan bersaing dengan produk ilegal yang lebih murah," tuturnya.

Yuswohady berharap pemerintah mengkaji kembali wacana kebijakan tersebut. Pertimbangannya, industri rokok elektronik melibatkan berbagai rantai nilai yang luas, salah satunya cukai yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan negara.

Selain itu, terdapat pelaku usaha dan tenaga kerja yang sangat bergantung terhadap keberlangsungan industri tersebut.

“Pemerintah perlu meninjau ulang aturan kemasan polos agar tidak merugikan pihak-pihak tertentu,” tegas dia.

Oleh karena itu, produk turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, tentang Kesehatan itu perlu dikaji kembali karena juga akan mengancam kelangsungan pelaku usaha dan hak konsumen dalam memilih rokok elektronik yang terbukti lebih rendah risiko menurut berbagai penelitian.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler