Kebijakan Luhut Sejahterakan Tiongkok, Tetapi Cekik Penambang Indonesia

Kamis, 28 November 2019 – 18:40 WIB
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan terkait ekspor biji mentah nikel dianggap telah mencederai kedaulatan Indonesia sekaligus memenangkan Tiongkok dalam persaingan mobil dunia.

Awalnya pemerintah melarang ekspor biji mentah nikel sampai 2022 dalam rangka pembangunan smelter dan peningkatan kualitas nikel Indonesia.

BACA JUGA: Ahok Dikabarkan Dapat Jabatan di BUMN, Luhut Bilang Begini

Tetapi Luhut mempercepatnya hingga 1 Januari 2020, dan kemudian dipercepat kembali pada tahun ini.

Pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan, sejauh ini Jepang, Jerman dan Tiongkok merupakan tiga negara yang bersaing tajam di industri mobil.

BACA JUGA: Hati-Hati! Ternyata Begini Kelakuan Puluhan Warga Tiongkok di Indonesia

Di tiga negara itu, mereka bersaing dalam menghimpun nikel sebagai bahan baku baterai mobil.

"Tiongkok sendiri sudah menerapkan electric vehicle-nya pada 2025 itu 35 persen. Itu berarti Tiongkok harus segera membutuhkan baterai. Kalau dia mau baterai litium dia butuh nikel sesegera mungkin. Artinya kebijakan tersebut membenarkan ekspor nikel ke Tiongkok, itu sedang menolong Tiongkok memenangkan persaingan antara Jepang dan Jerman," kata Ichsanuddin saat dihubungi, Kamis (28/11).

Ichsanuddin memastikan di tengah-tengah persaingan tidak sehat antarnegara dan antarkoorporasi saat ini, hanya negara yang dieksplorasi sumber daya alamnya secara mentah yang selalu merugi.

Dalam hal perebutan biji mentah nikel ini, Indonesia yang merugi apabila mengekspor ke Tiongkok.

"Kesimpulannya kebijakan Luhut Binsar Panjaitan bukan sekadar menguntungkan Tiongkok, tetapi merugikan Indonesia. Sekarang pertanyaan kenapa Luhut bisa mengeluarkan kebijakan seperti tadi? Ada kepentingan-kepentingan tertentu untuk mengokohkan keberadaan Tiongkok di panggung internasional," jelas dia.

Ichsanuddin juga menilai kebijakan politikus Golkar itu juga membuat lesu penambang nikel berkalori rendah dan berkalori tinggi.

Penambang nikel yang punya berkalori rendah di bawah sebelas persen pasti tidak mau membangun smelter dan mengelola nikel mentah.

Pada akhirnya bijih mentah nikel dengan kisaran kalori sebelas persen dijual murah, padahal masih bisa dikelola sebagai litium yang baik

"Yang rugi Indonesia karena enggak dapat nilai tambah. Itu dari aspek kebijakan tidak adil," kata dia.

Kebijakan larangan ekspor dianulir sendiri juga membuktikan inkonsisten pemerintah. Sebab, penambang yang sudah membangun smelter dengan modal besar harus merugi sebelum produksi terjadi.

Ichsanuddin juga melihat kebijakan itu membuat iklim investasi di Indonesia tidak memiliki kepastian. Hal ini juga mengonfirmasi pandangan Bank Dunia terhadap Indonesia sebagai negara yang inkonsistensi terhadap investor karena anomali kebijakannya.

"Itu Bank Dunia lagi-lagi menyebut anda sulit dipercaya investor karena anda tidak konsisten. Jadi walaupun anda buka pintu lebar-lebar buat investor ketika kebijakannya tidak konsisten, anda dibilang sebagai negara yang sulit dipercaya," jelas dia. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler