jpnn.com, JAKARTA - Keputusan tegas dari Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita yang menolak memberikan izin impor 100 ribu ton bawang putih kepada Perum Bulog sejatinya memberikan angin segar bagi para petani dan pengusaha.
Keputusan tersebut harus diselaraskan dengan komitmen dan penguatan produksi bawang putih di dalam negeri.
BACA JUGA: Stok Bawang Putih Aman, Bulog Tak Perlu Turun Tangan
"Saat ini kan istilahnya kita sedang menggenjot produksi agar lebih baik lagi. Apalagi pertumbuhan di daerah-daerah percobaan itu sudah bagus," ujar Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia pada Senin (22/4).
Jika dilihat, keputusan mendag tersebut telah seirama dengan upaya dan keinginan pemerintahan Joko Widodo dalam menciptakan kedaulatan pangan.
BACA JUGA: Harga Ayam Anjlok, Pemerintah Gandeng 3 Asosiasi
Apalagi, para importir juga masih memiliki cadangan bawang putih untuk digunakan hingga beberapa waktu kedepan.
"Di pemerintahan Jokowi ini, prinsipnya adalah menciptakan kedaulatan pangan. Kita dorong supaya kita bisa memproduksi sendiri, dan itu sudah ada tanda-tandanya," ujarnya.
BACA JUGA: Bahan Alami Pereda Gejala Radang Tenggorokan
Menurutnya, saat ini bisa dijadikan sebagai pintu masuk bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para petani bawang.
Dengan meminimalisir impor, dan mendorong pertanian bawang putih dalam negeri.
Ditegaskan, sejatinya para petani bawang putih memiliki kemampuan untuk itu. Tinggal bagaimana komitmen dari pemerintah.
Terlebih dalam sejarahnya, Indonesia pernah memiliko kejayaan dalam memproduksi bawang putih.
"Petani kita mampu kok. Tapi selama ini ketergantungan kita (pada impor) besar sekali, padahal kita mampu produksi," jelasnya.
Untuk mendorong itu, dia mengusulkan agar setiap provinsi membuat program kepada dinas-dinas pertanian untuk menggencarkan tanam bawang putih.
Kebijakan Kementerian Perdagangan menahan izin impor Bulog hingga saat ini pun dinilai sudah pada koridornya oleh ekonom dari Universitas Sam Ratulangi, Agus Tony Poputra.
Pasalnya pemberian izin impor komoditas tanpa menanam dikhawatirkan dapat mematikan pertanian bawang putih nasional nantinya.
“Memang sebenarnya sudah betul. Si Bulog harus tanam dulu. Kalau impor semua kan susah tidak ada perkembangan bawang putih di Indonesia. Kemendag tidak salah dia konsisten. Dia (Mendag) mungkin mencoba menerapkan aturan secara konsisten tanpa pandang bulu,” katanya.
Sudah tepat menurutnya jika importir swasta saja harus menanam, begitu juga seharusnya Bulog.
Namun, dia menilai kebijakan ini mungkin perlu juga dilihat kasus per kasus.
Kemendag bisa saja menerapkan kebijakan yang lebih fleksibel saat harga jual bawang putih ditingkat nasional sedang melonjak sangat tinggi dan darutat.
Ia menilai kedepannya bulog juga harus diperlakukan sama dengan yang lain. Sebab, menurut dia, bulog juga punya tanggung jawab ke dalam negeri.
Yaitu untuk mendorong petani untuk menanam bawang putih di dalam negeri supaya Indonesia tidak perlu terus menerus bergantung pada impor.
Selaras, ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibisono berpendapat tindakan Kemendag menahan izin impor bawang putih untuk Bulog merupakan keputusan yang tepat.
Lantaran pemberian hak impor bagi Bulog tanpa wajib tanam 5%, Yusuf nilai bertentangan dengan cita-cita pemerintah untuk swasembada bawang putih pada 2021.
“Jadi memang harus dipaksa, harus ada pemaksaan, keberpihakan kebijakan secara afirmatif untuk mendorong swasembada bawang putih, antara lain dengan kewajiban tanam 5% dari impor,” ujar Yusuf.
Dia pun menegaskan bahwa pemerintah harus menunjukkan kepastian regulasi yang sudah ditetapkan.
Dengan cara memberlakukan aturan yang sama pada setiap importir untuk melakukan wajib tanam bawang putih 5% dari total impor, tidak terkecuali Bulog.
Yusuf kemudian menyarankan pemerintah untuk menghargai importir swasta yang sudah menjalankan wajib tanam 5% untuk impor bawang putih.
“Kemendag sudah tepat menahan izin impor Bulog dan mendahulukan izin impor importir swasta. Terlebih importir swasta sudah benar-benar menunjukkan komitmen untuk swasembada pangan dengan penanaman 5% dari impor tadi,” lanjut Yusuf.
Yusuf mengaku kagum lantaran tindakan Kemendag memprioritaskan pemberian izin kepada importir swasta yang sudah melakukan wajib tanam 5%, justru menunjukan keberpihakan Kemendag terhadap visi pertanian pangan Indonesia. Yakni swasembada bawang putih.
“Karena selama ini justru sebaliknya, sering kali Kemendag itu senangnya impor dibandingkan dengan mendorong swasembada pangan domestik begitu. Jadi kalau ada tindakan begitu, ya baguslah,” tukasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sarman Simanjorang menilai pemerintah harus mengendalikan harga bawang putih di pasaran terutama menjelang Ramadan.
Maka dari itu, impor bawang putih sebaiknya disegerakan. Gejolak harga menjelang Ramadan perlu diantisipasi.
“Pemerintah harus menghitung secara cermat akan kebutuhan kita,sehingga dapat memberikan izin import tepat waktu kepada importir,” ujarnya.
Dia juga meminta Kementerian Pertanian melalui Dirjen Holtikultura cepat mengeluarkan RIPH untuk importir yang sudah mengajukan izin dan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Konsumsi Bawang Putih Bisa Redakan Radang Tenggorokan?
Redaktur & Reporter : Natalia