jpnn.com - SEBERAPA banyak pegawai Kementerian Keuangan merasa kasihan kepada atasan tertinggi mereka –Menkeu Sri Mulyani?
Saya kasihan beliau, tetapi hanya orang-orang Kementerian Keuangan yang bisa membantu meringankan beban pikirannya, terutama yang langsung terkait dengan hasil monitoring PPATK.
BACA JUGA: Benda Mati
Cepatlah diselesaikan. Setidaknya ditemukan cara penyelesaiannya. Lalu dijadwalkan langkahnya.
Tidak usahlah dipersoalkan dulu: mengapa yang dipublikasikan secara luas belakangan ini sejak 2009. Kenapa cut-off-nya tahun itu. Mengapa tidak awal pemerintahan Jokowi periode pertama. Atau bahkan periode kedua.
BACA JUGA: Mahfud Ilahi
Biarlah itu dijelaskan PPATK sendiri. Siapa tahu PPATK merasa ada kejadian tahun tersebut belum diselesaikan.
Dari banyaknya surat yang dilampirkan PPATK ke menteri keuangan terasa bahwa masalah ini sepertinya menumpuk lama.
BACA JUGA: Tutup Emosi
Bisa saja surat-surat PPATK selama ini tidak sampai ke meja menkeu.
Memang tidak semua surat harus sampai dan dibaca menteri. Tidak mungkin. Biarpun menterinya superwoman, waktunya tetap hanya 24 jam sehari.
Di bawah menteri sudah banyak dirjen. Di bawah dirjen banyak direktur.
Tentu masalah-masalah teknis cukup diatasi di tingkat itu, terutama kalau pekerjaan itu sudah dianggap rutin.
Mungkin saja surat dari PPATK ke Kemenkeu sudah dianggap benda rutin.
Saya tidak tahu direktorat mana yang seharusnya menerima surat-surat seperti itu. Lalu direktorat apa yang harus menyelesaikannya.
Rasanya semua direktorat di Kemenkeu sangat sibuk. Pekerjaan terlalu banyak. Rapat terlalu sering. Lalu lintas disposisi terlalu ruwet.
Di pihak lain transaksi keuangan begitu tinggi. Puluhan ribu transaksi setiap hari, termasuk transaksi muter-muter di antara kantong kiri, kantong kanan, kantong atas, kantong bawah dari tubuh yang sama.
Katakanlah hari itu PPATK kirim surat ke Kemenkeu: ada transaksi mencurigakan. Surat itu tentu jatuh dulu di bagian tata usaha.
Semua surat masuk harus ke bagian itu. Sehari bisa seribu surat. Lalu dipilah-pilah. Diteruskan ke mana.
Saya tidak tahu surat yang dari PPATK diteruskan ke bagian apa. "Kepada" - nya pasti ke menteri keuangan.
Akan tetapi, apakah benar-benar diteruskan ke menteri (lewat sekretaris menteri) terserah kebijakan administrasi di situ.
Kalaupun sampai ke sekretariat menteri, apakah berhenti di sekretaris atau lanjut ke meja menteri.
Bisa saja di sekretaris menteri dipilah-pilah lagi. Mana yang harus sampai meja menteri dan mana yang cukup diserahkan ke direktorat tertentu.
Saya khawatir surat PPATK dianggap surat rutin dan tidak sampai terbaca oleh menkeu. Tentu itu tidak masalah sepanjang memang sudah bisa diselesaikan di alamat tersebut.
Masalahnya pencucian uang termasuk korupsi yang berat. Dimusuhi di seluruh dunia.
Ketika sampai Kemenkeu masih menyisakan pertanyaan: dalam hal ada kecurigaan pencucian uang siapa yang harus menangani. Kalau kaitannya dengan pajak tentu direktorat pajak.
Persoalannya: selamat apakah cukup dianggap pelanggaran perpajakan. Yang kalau dibayar dianggap selesai.
Rasanya ke depan harus ada kebijakan khusus soal hubungan administrasi dengan PPATK. Mungkin dari tata usaha harus langsung ke sekretaris menteri. Bukan ke inspektorat jenderal atau ke masing-masing direktorat.
Atau jangan-jangan sudah begitu.
Maka di rapat di Komisi III DPR hari ini akan lebih jelas duduk persoalannya, apalagi Presiden Jokowi sudah berpesan kepada Menko Polhukam Mahfud MD: buka saja semua sejelas-jelasnya. (*)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Natalia Ultah
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi