“Sepatutnya KPK meyakini bahwa sebuah pelanggaran hukum, perampokan uang negara tidak mungkin dilakukan secara asal-asalan dan tanpa perencanaan yang matang
BACA JUGA: SBY Tambah 5 Wakil Menteri
Karena dari banyak kasus korupsi sejak era orde baru, mudah terbaca, bahwa kadang korupsi atau sebuah kejahatan dibungkus oleh kebijakan, regulasi atau aturan hukum sehingga ia terlihat benar,” kata Ibrahim Fahmi Badoh, Koordinator Divisi Korupsi Politik pada jumpa pers di Jakarta, Selasa (5/1).Menurut Ibrahim, modus semacam itu sepatutnya tidak bisa lagi menipu penegak hukum dan masyarakat luas utamanya pada skandal Century
“Doktrin hukum pidana saat ini sudah tidak lagi menganut asas “kebijakan tidak bisa dipidana”
BACA JUGA: April, PNS Terima Rapel Kenaikan Gaji
Bahkan, kebijakan KSSK memberikan FPJP justru sangat mungkin disebut rangkaian tindak pidana (korupsi) jika dapat dibuktikan bahwa si pengambil kebijakan mengetahui kemungkinan akibat penyalahgunaan dana bailout Bank Century,” ucapnya.Dalam catatan ICW, kasus dengan varian yang sama sebelumnya terjadi pada mega skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), BDNI, dan Bank Bali yang menyeret mantan Gubernur BI, Syahril Sabirin
Praktek mafia perbankan kasus BLBI menurut Ibrahim tidak lepas dari sejumlah pejabat penting di BI
BACA JUGA: Menhub Minta Pertamina Bangun Depo Avtur di Timika
Kasus penyalahgunaan Rp 100 miliar anggaran YPPI adalah menjadi buktinya dimana KPK dan Pengadilan Tipikor telah menyeret mantan Gubernur BI, Deputi Gubernur BI, sejumlah direktur BI, dan anggota DPR-RISedangkan Juni 1996, korupsi Rp 6,6 miliar yang melibatkan Naman Kawi, Kepala seksi Kas BI dengan pencatatan setoran fiktif dari Asean Indonesia Bank (AIB) ke BI.Menurut Ibrahim, khusus di skandal Century, Pansus dan KPK sepatutnya melihat secara cermat untuk mengungkap peran mafia perbankan yang menjadi aktor utama dibalik kebijakan dan pelanggaran pencairan danaNamun ICW melihat lambatnya proses politik melalui Pansus Angket Century maupun proses hukum oleh KPK bisa jadi karena adanya poros-poros kekuatan yang mencoba melindungi pihak-pihak tertentu.
“Sepatutnya kita semua sepaham dengan konsepsi “equality before the law”, dan keyakinan bahwa kejahatan hanya bisa diberantas jika mastermind atau pelaku utamanya ditangkap dan diadili,” katanya.(awa/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Koruptor Disinyalir Danai Teroris
Redaktur : Tim Redaksi