jpnn.com, JAKARTA - Indonesia masih harus mengimpor soda ash hingga hampir satu juta metrik ton setiap tahun karena dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Soda ash adalah senyawa hasil industri petrokimia yang digunakan baik untuk kebutuhan industri maupun rumah tangga.
BACA JUGA: Anugerah BUMN 2023, PKT Sukses Boyong 3 Penghargaan
Sebagai contoh, soda ash digunakan untuk bahan baku pembuatan kaca, keramik, tekstil, kertas, hingga aki. Sementara itu, untuk kegunaan rumah tangga, soda ash sering digunakan untuk pembuatan sabun dan detergen.
Direktur Utama PKT Rahmad Pribadi mengungkapkan siap menjajal produksi komoditas soda ash nasional dengan pembangunan pabrik baru yang berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur.
BACA JUGA: PKT Salurkan Bantuan Pupuk 11 Ton untuk Perhutanan Sosial, Disaksikan Presiden Jokowi
Sebab, pada 2022, data mencatatkan bahwa impor soda ash untuk kebutuhan domestik mencapai 916.828 metrik ton per tahun dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 1,2 juta metrik ton per tahun di 2030.
Menurutnya, pembangunan pabrik itu adalah salah satu upaya PKT dalam menerapkan ekonomi sirkular dengan memanfaatkan produk sampingan CO2 yang dihasilkan dari pabrik amoniak existing untuk menghasilkan produk hilir yang memberikan nilai tambah.
"Produksi soda ash akan menggunakan bahan baku CO2 hasil emisi pabrik, juga amoniak sebagai by product pembuatan urea. Di tahap awal ini, kami siap memenuhi hingga 30 persen kebutuhan nasional atau mencapai 300 ribu metrik ton per tahun (MTPY)," ujar Rahmad di Jakarta, Selasa (9/5).
Rahmad menjelaskan dari segi target pasar, wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur diikuti oleh Riau, Sumatra Selatan, dan Sumatra Utara akan menjadi sasaran utama distribusi soda ash nantinya.
Karena kebutuhan soda ash di wilayah ini diperkirakan mencapai hingga 789 ton per tahun untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan kaca, keramik, detergen, dan lain-lain.
"Dengan pembangunan pabrik soda ash ini, beban emisi CO2 perusahaan bukan hanya berkurang, tapi juga akan dimanfaatkan menjadi bahan yang lebih bermanfaat untuk industri dan kebutuhan harian masyarakat dengan menerapkan praktik ekonomi sirkular," kata Rahmad.
Pabrik soda ash milik PKT pun nantinya berpotensi untuk menyerap lebih lanjut ekses CO2 sekitar 170.000 ton per tahun yang tidak berasal dari pembakaran (combustion) bahan bakar fosil, sesuai dengan prinsip Greenhouse Gas Emission (GGE).
PKT sebagai pelaku industri petrokimia optimistis pabrik akan membuka peluang produksi soda ash di Indonesia demi mengurangi ketergantungan impor ke depannya.
Selain itu, rencana ini juga sejalan dengan target perusahaan menuju net zero emission pada 2060 dengan pengolahan emisi dan ekses produksi dari pabrik dan menjadikannya sebagai komoditas baru bernilai tambah.
"Kami berharap inovasi ini dapat membantu PKT untuk semakin memimpin upaya transformasi industri petrokimia menjadi industri yang lebih hijau,” pungkas Rahmad.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul