jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyebut Polri perlu menyikapi peringatan dini dari Kedubes Amerika Serikat yang meminta warganya di Indonesia menghindari mal, kerumunan dan tempat hiburan.
Menurut Neta, peringatan dini Kedubes AS dikeluarkan setelah melihat adanya ancaman terorisme di Indonesia masih tinggi.
Karena itu, perlu disikapi Polri dengan membersihkan sarang sarang terorisme dan radikalisme yang bisa mengancam ketertiban umum.
"IPW mendesak Kabaintelkam Polri bekerja keras dan membuat langkah langkah nyata untuk membersihkan kantong kantong terorisme dan radikalisme di negeri ini," ujar Neta dalam keterangannya, Jumat (9/4).
BACA JUGA: Teroris Mengaku Bagian dari FPI, Polri: Sudah Bukan Rahasia Lagi
Pengamat kepolisian ini menilai langkah pembersihan kantong-kantong terorisme dan radikalisme sangat penting, agar kelompok terorisme tidak punya ruang gerak untuk beraksi.
Sebab, dalam peringatan dini yang dikeluarkan Kedubes AS 7 April lalu itu, disebutkan pascaterjadinya teror bom di Makassar pada 28 Maret dan teror penembakan di Mabes Polri pada 31 Maret, ancaman terorisme di Indonesia masih tinggi.
BACA JUGA: Penembakan di Rock Hill, Kakek, Nenek, dan Cucu Tewas di Tempat
"Potensi ancaman teroris memang masih tinggi. Di Jabodetabek misalnya, sejumlah kantong teroris sudah diacak acak polisi, tapi di kawasan Depok, Tangsel, dan Tangerang belum berhasil ringkus," ucapnya.
Neta kemudian menjabarkan, dari pendataan IPW sedikitnya ada 11 daerah yang rawan teroris di Indonesia. Yakni, Jakarta, Jabar, Jateng, Jogja, Jatim, Papua, Sulsel, Sulteng, Lampung, Sumut, dan Banten.
Di Banten berbagai langkah antisipasi sudah dilakukan polisi. Antara lain, mengumpulkan kiai kampung, penyuluh agama, dan guru madrasah di seluruh Banten.
Tujuannya, agar radikalisme, terorisme dan intoleransi bisa diminimalisir.
Selain itu, kepolisian aktif menggelar dialog dengan mantan narapidana teroris (napiter). Misalnya, Yayasan Lingkar Perdamaian bersama Polda Banten, pekan lalu melakukan seminar kebangsaan dan agrokultural.
Seminar ini dilakukan untuk mengubah mindset anggota Yayasan Lingkar Perdamaian dan Bina Insan Mandiri yang sebagian besar adalah napiter.
Lewat dialog, diskusi, dan seminar diharapkan para eks napiter bisa mandiri, bisa maju dan yang terpenting bisa membantu mereka untuk keluar dari zona merah sehingga mereka kembali menyatu dengan masyarakat dan bisa bersahabat dengan aparat untuk menjaga Kamtibmas.
"Artinya, selain memburu kantong kantong terorisme, para kapolda juga perlu aktif membina para eks napiter agar keluar dari zona merah," katanya.
Begitu juga Intelkam Polri, Neta mengingatkan agar jangan sampai kecolongan lagi dari ulah teroris.
"Dengan pagar betis yang maksimal negeri ini tidak terus menerus menjadi bulan bulanan aksi terorisme dan radikalisme," pungkas Neta.(gir/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang