Kegagalan Brasil Seharga Rp 162,2 T

Senin, 14 Juli 2014 – 08:03 WIB

jpnn.com - BRASILIA - Meraih trofi juara keenam di negaranya sendiri. Itulah yang dibayangkan oleh Presiden Brasil Dilma Rousseff saat menutup telinga di tengah protes publik Brasil dengan membludaknya anggaran untuk Piala Dunia 2014 ini.

Mimpi itu kandas seiring dengan hasil di Estadio Nacional Mane Garrincha, Brasilia, pada Minggu dini hari kemarin (13/7).

BACA JUGA: Mourinho Ogah Latih Brasil

Ya, Selecao tidak mampu meraih satu pun tangga podium di depan publiknya sendiri. Untuk meraih gelar pelipur lara sebagai pemilik posisi juara ketiga pun harus dipendam dalam-dalam.

Jangankan menang, Brasil malah kembali menelan kekalahan besar. Kali ini Belanda yang menggilasnya dengan tiga gol tanpa balas.

BACA JUGA: Marc Marquez Kian Superior

Prestasi yang tidak sebanding dengan banyaknya gelontoran dana segar dari pemerintah Brasil. Bayangkan, untuk negara yang tidak begitu kaya harus mengucurkan anggaran senilai USD 14 miliar, atau jika dikurskan ke rupiah jumlahnya mencapai Rp 162,2 triliun.

Jika dibandingkan dengan negara-negara host Piala Dunia sebelumnya, jumlah anggaran ini jauh lebih mahal. Bandingkan dengan Jerman yang hanya merogoh USD 6 miliar (atau Rp 69,5 triliun). Dengan modal sebesar itu, Jerman masih mampu meraih posisi di tempat ketiga.

BACA JUGA: Kekompakan Jadi Kunci Sukses Jerman

Sementara Brasil, hanya rekor-rekor buruk yang didapatkan skuad asuhan Luiz Felipe Scolari. Untuk pertandingan lawan Belanda saja, sudah dua rekor buruk yang didapatkan Brasil. Pertama, kebobolan sejumlah 14 gol sepanjang Piala Dunia menjadi rekor kebobolan terburuk tuan rumah Piala Dunia.

Untuk rekor kedua, total kebobolan 10 gol hanya dalam dua kali pertandingan beruntun juga menjadi yang terbesar. Kesepuluh gol tersebut tujuh di antaranya tercipta ketika tim Samba dihancurkan Jerman 1-7 plus tiga gol dari kekalahan atas Belanda di perebutan tempat ketiga.

Dua rekor buruk itu belum termasuk beberapa rekor-rekor lain yang tercipta di babak semifinal lalu. Kekalahan atas Jerman misalnya. Kekalahan itu menjadi yang terbesar dialami timnas Brasil di Piala Dunia sepanjang sejarah. Sekaligus kekalahan tuan rumah terbesar selama Piala Dunia dilangsungkan sejak 1930.

Dalam pernyataanya seperti yang dikutip dari AFP, Rousseff menyebut kegagalan Brasil di Piala Dunia kali ini di luar perkiraannya. Hanya, dia menganggap kegagalan ini sebagai awal untuk memperbaiki prestasi Brasil di tahun-tahun berikutnya. Seperti ketika Jerman menelan malu di Euro 2000 silam.

Brasil menurutnya membutuhkan reformasi besar-besaran untuk kesuksesan prestasi sepakbolanya di masa mendatang. "Untuk ke depannya, Brasil pasti bisa belajar dari kekalahan di Piala Dunia tahun ini, dan bergerak lebih maju lagi," ujar presiden berusia 66 tahun tersebut.

Rousseff menganggap tidak ada yang mustahil bagi Brasil untuk kembali bersaing dengan negara maju lainnya dalam bidang sepakbola. Terutama untuk menghasilkan banyak talenta-talenta pemain berbakat yang bisa mewarnai liga-liga elit di benua Eropa atau benua luar Amerika Latin lainnya.

Piala Dunia tahun ini disebutnya tidak sepenuhnya gagal. Jika dalam prestasi gagal menjadi juara, maka untuk penyelenggaraan dia mengklaim Brasil sudah sukses untuk menghelat turnamen besar empat tahunan itu. Sekalipun sejak awal banyak diprediksi bakal terjadi kericuhan sebagai efek dari protes besar-besaran menentang kebijakan Rousseff tersebut.

Bahkan untuk laga final antara Jerman kontra Argentina di Estadio Jornalista Mario Filho, Maracana, Rio de Janeiro pun disebut-sebut bakal ada kerusuhan. Hanya, untuk itu, Rousseff menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam. "Kami serius dengan persoalan itu, dan tidak membiarkannya terjadi," cetusnya.

Sebagai presiden, Piala Dunia merupakan pertaruhan kredibilitasnya. Makanya, begitu gagal juara, banyak yang memperkirakan Rousseff bakal lengser dalam pemilihan umum Brasil pada 5 Oktober mendatang.

"Walaupun keyakinan saya tidak demikian. Sepakbola di Brasil tidak bercampur dengan politik," imbuhnya.

Di sisi lain, kegagalan Brasil seolah meneruskan statistik tidak ada satu pun pelatih yang bisa mengangkat trofi juara Piala Dunia dua kali. Scolari pernah membawa Brasil juara di edisi Korea-Jepang yang berlangsung pada tahun 2002 silam. Tahun ini, dia menjadi pecundang.

Sebagai orang yang merasa paling bertanggung jawab, Felipao - sapaan akrab Luiz Felipe Scolari - tidak melihat hasil tahun ini sebagai kegagalan. Sebaliknya, dia menilai ada sinyal positif untuk membangun kembali puing-puing sepakbola Brasil di masa depan.

"Saya mencoba melihat dari sudut pendang positif. Ingat, sejak menjadi juara pada Piala Dunia 2002, tidak sekalipun kami mampu masuk di empat besar. Sedangkan tahun ini, kami sudah berupaya dengan kemampuan terbaik kami, hasilnya kami finish di posisi keempat. Itu sudah hasil yang terbaik," pungkasnya. (ren)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lahm Puji Jerman Tunjukkan Kemajuan Luar Biasa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler