jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mendapati pembiaran dalam penambangan timah ilegal di Bangka Belitung (Babel) pada 2015-2022.
Hal itu mengakibatkan kerusakan ekologi dan merugikan negara Rp 271 triliun.
BACA JUGA: Langkah Kejagung Mengusut Tuntas Korupsi PT Timah Tuai Apresiasi
Kerugian tersebut berdasarkan hasil verifikasi di lapangan dan citra satelit oleh pakar kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo.
Perhitungan mengacu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014.
BACA JUGA: Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru Kasus Korupsi Tata Niaga Timah
"Terkait dengan apakah yang membekingi dan kenapa sampai sekian lama peristiwa penambangan liar ini dibiarkan, memang mungkin terbesar dibiarkan," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi, seperti dikutip, Senin (26/2).
Menurutnya, pembiaran tersebut diduga dilakukan pihak-pihak berwenang yang semestinya melakukan pengawasan.
Oleh karena itu, Kuntadi memastikan akan meminta pertanggungjawaban oknum kementerian yang melakukan pembiaran atau permufakatan jahat jika memiliki bukti kuat.
"Pasti kami minta pertanggungjawaban hukumnya."
Kuntadi menegaskan agar aparat penegak hukum (APH) sudah beberapa kali melakukan penindakan hukum terkait kasus ini. Namun, masih dalam skala kecil.
Dia menambahkan kasus dugaan korupsi tambang timah ilegal yang tengah disidiki Kejagung merupakan penindakan skala besar yang baru kali pertama dilakukan.
"Sebenarnya banyak tindakan di wilayah yang mungkin skalanya kecil. Bahwa memang penindakan skalanya besar baru sekali ini," jelas Kuntadi.
Diketahui, Kejagung telah menetapkan 13 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan timah di Babel pada 2015-2022.
Salah satunya dijerat pasal perintangan penyidikan (obstruction of justice).(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul