Kejahatan Myanmar Sudah Terbukti, DK PBB Harus Bertindak

Rabu, 27 September 2017 – 18:26 WIB
Sejak pekan lalu, sudah puluhan ribu etnis Rohingya mengungsi dari Negara Bagian Rakhine. Foto: AP

jpnn.com, COX’S BAZAR - Tuntutan agar Myanmar disanksi karena melanggar hak asasi manusia (HAM) terus bermunculan. Yang terbaru, Human Rights Watch (HRW) meminta Dewan Keamanan (DK) PBB segera menjatuhkan sanksi dan embargo senjata pada negara yang dulu bernama Burma itu.

DK PBB memang bertemu besok, Kamis (28/9), untuk membahas krisis di negara yang dipimpin Presiden Htin Kyaw tersebut.

BACA JUGA: Perempuan Rohingya Diperkosa Tentara secara Brutal

’’Militer Burma secara brutal mendepak warga Rohingya dari Negara Bagian Rakhine,’’ tegas Direktur Kebijakan dan Hukum HRW James Ross kemarin, Rabu (26/9).

Pembantaian penduduk dan pembakaran rumah-rumah warga Rohingnya itu adalah kejahatan melawan kemanusiaan.

BACA JUGA: Tok Tok Tok...Myanmar Bersalah atas Genosida Rohingya

Versi Mahkamah Kriminal Internasional, yang termasuk kejahatan melawan adalah pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan deportasi yang dilakukan secara sistematis.

Berdasar penelitian yang dilakukan HRW serta foto-foto satelit kondisi di Rakhine, seluruh unsur tersebut terpenuhi.

BACA JUGA: Kapal Pembawa Bantuan untuk Rohingya Dilempari Molotov

Terjadi pemerkosaan, pembunuhan, usaha pembunuhan, penyiksaan, dan tekanan untuk melakukan eksodus besar-besaran. Hampir seluruh pengungsi Rohingya di Bangladesh mengalami tanda-tanda kekerasan fisik dan mental.

Konflik di Rakhine terjadi berkali-kali tanpa penyelesaian dan hanya berujung pada eksodus besar-besaran ke negara-negara tetangga.

Sejak 1970-an, hampir satu juta penduduk Rohingya melarikan diri dari Myanmar setelah mengalami kekerasan fisik dan mental.

Bangladesh adalah negara yang paling banyak menampung pengungsi Rohingya, yaitu lebih dari 900 ribu orang.

Pakistan menampung 350 ribu orang, Arab Saudi 200 ribu orang, India 40 ribu orang, dan Uni Emirat Arab (UEA) 10 ribu orang. Malaysia, Thailand, dan Indonesia berturut-turut menampung 150 ribu, 5 ribu, dan seribu pengungsi Rohingya.

Hingga kemarin, nasib penduduk Rohingya di Bangladesh masih terkatung-katung. Belum ada satu pun penduduk yang kembali pulang ke Rakhine sejak konflik terbaru mencuat tepat sebulan lalu.

Bangladesh juga menegaskan bahwa mereka hanya menampung sementara, bukan selamanya. Pengungsi terus berdatangan dan fakta-fakta tentang kebrutalan militer Myanmar kian terungkap.

Pemerintah Myanmar tentu saja tidak mau dituding melakukan hal itu. Juru bicara Myanmar Zaw Htay menegaskan, mereka hanya membunuh anggota Arakan Rohingya Salvation Army alias ARSA.

’’Tuduhan tanpa bukti kuat tersebut sangat berbahaya,’’ ujarnya.

Pernyataan senada dilontarkan Duta Besar Myanmar untuk PBB Hau Do Suan pada Senin (25/9). Pada hari terakhir sidang umum PBB itu, Do Suan menyampaikan hak jawabnya atas tudingan pembersihan etnis dan genosida pada warga Rohingya.

Tudingan tersebut dilontarkan Perdana Menteri (PM) Bangladesh Sheikh Hasina, Sekjen PBB Antonio Guterres, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

’’Tidak ada pembersihan etnis. Tidak ada genosida,’’ tegasnya.

Dia menambahkan, pemimpin Mynamar, Aung San Suu Kyi, tidak akan menyetujui kebijakan itu. Sebab, Suu Kyi sudah lama memperjuangkan kebebasan dan HAM di negaranya.

Jawaban tersebut tentu saja hanya sekadar penyangkalan. Sebab, fakta di lapangan berbeda. Suu Kyi yang menjabat penasihat negara dengan kekuasaan di atas presiden tak memiliki kuasa atas militer.

Dalam pidatonya yang terakhir, Suu Kyi malah menyatakan tidak mengerti alasan mengapa begitu banyak penduduk Rohingya yang lari dan akan melakukan penyelidikan terkait hal itu. (Reuters/WashingtonPost/sha/c22/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawa Bantuan untuk Rohingya, Relawan Palang Merah Diserang


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler