Kejaksaan Tahan Pejabat BPN Kalbar

Selasa, 12 Juni 2012 – 17:06 WIB
PONTIANAK – Kejaksaan Tinggi Kalbar akhirnya menahan EE, 48, tersangka kasus dugaan korupsi ganti rugi tanah Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pontianak senilai Rp 12,5 miliar. Penahanan tersangka yang menjabat kepala seksi di lingkungan BPN Kalbar itu dititipkan ke Rumah Tahanan Negara Pontianak, Senin (11/6) malam.

Tersangka sendiri ditahan usai menjalani pemeriksaan lanjutan yang berlangsung sejak Senin (11/6) siang. Penyidik memutuskan melakukan penahanan karena tersangka diindikasikan mempunyai keterlibatan kuat dalam kasus ganti rugi tanah lapas dan turut menerima sejumlah uang.

Kejaksaan tinggi juga memastikan akan menahan sejumlah tersangka lainnya yang terlibat dan menerima uang kendati dalam jumlah kecil sekali. Bukan itu saja, kejaksaan juga sedang mendalami indikasi keterlibatan pihak pusat dalam kasus ganti rugi tanah lapas tersebut.

“Saya yakin melibatkan pusat. Semua yang menerima akan dibidik. Tersangka sudah mengaku menerima uang,” kata Kajati Kalbar Jasman Panjaitan, di ruang kerja Asintel Kejati.

Diutarakan Jasman, hasil penyidikan ditemukan banyak kejanggalan dalam ganti rugi tanah lapas. Lantaran tanah telah dikuasai lapas sejak tahun 1965, baru dibangun lapas pada tahun 1982. Namun kemudian tahun 2010, lapas mengganti rugi tanah yang telah dikuasai pada ahli waris tanah, Nursiah. “Kesimpulan sementara tanah itu memang tanah lapas, kenapa harus diganti rugi kembali,” kata mantan Kapuspen Kejagung ini.

“Kalaupun benar tanahnya (ahli waris), informasi yang kami miliki, pemilik tanah hanya menerima Rp 6,1 miliar,” tambah Jasman.

Kejaksaan sendiri menyatakan komitmen untuk mengusut tuntas kasus ganti rugi tanah lapas. Sekaligus bakal memanggil saksi dari Kementerian Hukum dan HAM, meminta penjelasan tentang proses pencairan uang dan administrasi kepemilikan aset di unit kerjanya. “Saya ingin mengungkap kasus ini sampai tuntas,” kata Jasman.

Jasman juga menambahkan, penahanan tersangka menunjukkan komitmen kejaksaan. Sebab masa tahanan terbatas hanya 20 hari. Selain untuk kepentingan penyidikan sendiri, penahanan dilakukan karena dikhawatirkan tersangka menghilangkan alat bukti dan melarikan diri.

Jasman juga menganggap proses ganti rugi disebutkan sudah sesuai prosedur adalah janggal. Karena proses mediasi yang dilakukan tidak selayaknya langsung merekomendasikan membayar ganti rugi. Tapi idealnya merekomendasikan diproses ke pengadilan untuk mendapatkan kepastian hukum.

“Kalau memang itu betul belum ada atas hak, bagaimana membangun lapas dulu. Tidak semudah itu mediasi langsung ke ganti rugi tanah. Untuk kepemilikan tanah sudah diuji ke pengadilan. Tim mediasi seharusnya mengatakan uji secara hukum. Jangan rekomendasi bayar,” kata Jasman.

Jasman juga menambahkan tidak mempermasalahkan jika ada pihak yang membantah kejanggalan kasus ganti rugi tanah. Tapi yang jelas tanah telah dikuasai lapas. Namun diharuskan ganti rugi kepada pihak yang mengaku pemilik. Padahal kepemilikan tersebut perlu diuji secara hukum.

“Tolong dijelaskan ke masyarakat, sewaktu membangun lapas tahun 1982, sampai bagaimana bisa timbul anggaran di tahun 2010 untuk ganti rugi tanah. Kita sedang telusuri aktor intelektual,” kata dia. (sul/equ)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Novel Sepatu Dahlan Ludes

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler