HENDROMASTO, Halim Perdana Kusuma
SEBANYAK 15 orang mengenakan rompi warna kuning duduk manis di dalam bus TNI AU menuju Halim Perdana Kusuma. Wajah mereka terlihat antusias. Mereka adalah warga sekitar Halim Perdana Kusuma yang sehari-hari adalah tukang ojek dan pekerja serabutan. Hingga dua bulan ke depan, mereka mendapat tugas baru menjadi bagian dari tim mengamankan Jakarta dan sekitarnya dari amukan hujan.
Memasuki pesawat Hercules, mereka terlihat bersemangat. Di dalam pesawat, pemandangan Jakarta dari atas menjadi bidikan mata mereka. Maklum, hampir semua dari mereka belum pernah naik pesawat. ”Sehari-hari kerja serabutan pak. Seumur-umur belum pernah naik pesawat. Cuma lihat doang,” ujar Gunawan, warga Kampung Rambutan, Jakarta timur kepada INDOPOS (Grup JPNN) lantas tertawa.
Hal senada diungkapkan Hariadin, warga Cililitan. ’’Lihat pesawat sih sering. Naik belum pernah,’’ katanya. Gunawan dan Hariadin adalah dua dari 30 orang yang punya tugas menabur garam di langit. Garam taburan mereka inilah yang kemudian memicu awan pembawa hujan menurunkan air.
Para penabur garam adalah petugas operasional yang punya peran vital. Kerja mereka termasuk berat. Berat dalam arti sesungguhnya. Betapa tidak, setiap kali terbang dengan Hercules, mereka wajib menabur garam seberat empat ton.
Penabur garam dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terbang setiap pagi memburu awan pembawa hujan yang bergerak menuju Jakarta. Sebelum awan pembawa hujan itu tiba di langit ibukota, garam ditebar agar hujan segera turun sebelum sampai langit Jakarta.
Kelompok berikutnya terbang sekitar tengah hari. Area target kelompok ke dua tidak selalu sama dengan pendahulunya. Namun, tugasnya tetap sama, menabur garam memancing hujan. ”Ada susah dan senangnya Pak. Namanya juga kerja,” kata Gunawan.
Untuk kerja sekitar empat jam, Gunawan dan teman-temannya dalam sehari mendapat bayaran Rp 75 ribu plus sekotak nasi. Meski hanya empat jam, tenaga ekstra dan badan prima wajib mereka miliki agar pekerjaan menabur garam bisa lancar. Tanpa itu, bisa jadi badan kusut dan muka pedih saja yang didapat atau malah klenger berat akibat kekurangan oksigen.
”Senangnya ya bisa naik pesawat dan dapat ongkos lumayan. Apalagi kalau ada wartawan cantik ikut di pesawat. Selama ini kan cuma lihat mereka di tipi doang,” selorohnya. Lalu, apa susahnya" Gunawan menyebut menabur garam dari Hercules bukan asal-asalan. Garam seberat empat ton harus dituang dengan tepat pada semacam corong khusus dari bagian bawah pesawat. Selama bertugas di pesawat, para penabur dan garamnya memang berada di bagian bawah Hercules. Tempat yang biasa digunakan sebagai bagasi piranti tempur TNI.
”Nggak bisa asal tebar seenak udel. Bisa diomelin Pak,” katanya. Aba-aba dari petugas menjadi panduan utama kerja para penabur garam. Begitu tepat di atas awan yang dituju, garam langsung ditabur melalui corong khusus. Walau sudah mengenakan masker penutup hidung dan pelindung mata, tetap saja pedih garam bisa terasa saat kekuatan fisik mulai terkuras. Benar-benar pekerjaan yang tidak ringan.
Setelah semua garam tertabur, wajah-wajah yang sebelum naik pesawat tampak riang terlihat sebaliknya. Loyo. Wajar mengingat beratnya kerja mereka. Selain itu, wujud para penabur garam setelah bekerja juga berubah. Dari yang sebelumnya necis dengan pakaian rapi dan kulit bersih, kini sekujur tubuh mereka berubah menjadi putih. Butiran-butiran garam jelas menempel menempel pada tubuh mereka. Para penabur garam bukan satu-satunya tim yang terlibat dalam kerja menangkis deras hujan di Jakarta dan sekitarnya. Masih ada tim lain. (bersambung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Suami Minta Seserahan, Istri Tuntut Kembalikan Keperawanan
Redaktur : Tim Redaksi