Kejar Standar Mutu Bersih, Aman dan Ramah Sosial

Senin, 24 Juni 2013 – 00:12 WIB
Workshop: Sekitar 2000 Nelayan mengikuti workshop terbuka di Pantai Ngandong, Tepus, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kemarin. Mereka mengikuti dengan serius acara kerja bareng BRI, Indopos dan JPNN.com. Tampak Bupati Gunung Kidul Hj Badingah S,Sos bersama perwakilan dirut BRI dan Wakil walikota Triyana. Foto: Wahyu Widiyanto/JPNN
Sedikitnya 2.000 nelayan pantai selatan Jawa, kemarin mengikuti workshop terbuka di Pantai Ngandong, Tepus, Gunung Kidul. Acara bertitel "BRI Peduli Nelayan Sadar Wisata 2013" itu diprakarsai oleh Indopos, Jpnn.com, dan Pemkab Gunung Kidul. Mereka berasal dari kawasan pantai-pantai cantik di Baron, Kukup, Krakal, Sundak, dan Ngandong.

------------------------------------------------------
SYARIF HIDAYATULLAH - Gunung Kidul
------------------------------------------------------

"Potensi keindahan Pantai Selatan itu luar biasa. Pasir putih, air laut berwarna biru jernih, gunung karang, ikan berupa warna, menuju ke deretan pantai itu berdiri gunung-gunung batu, yang sepuluh tahun terakhir sudah berubah menjadi hutan jati dan akasia. Sayang belun dieksplorasi secara optimal oleh wisman (wisatawan mancanegara) dan wisnus (wisatawan nusantara)," ucap Don Kardono, Pemred-Direktur Indopos.

Syarat menjadi kawasan wisata yang hidup itu banyak. Harus menjaga kebersihan, keindahan, kerapian, keamanan, suasana welcome dan sadar wisata. Selain infrastruktur dan fasilitas publik yang memadahi, seperti jalan, jembatan, air bersih, dan sadar wisata. "Semua itu kuncinya berada di manusianya, orang-orangnya, masyarakatnya. Karena itulah, kami bergerak dari sini! Kesadaran warga," jelas Don yang menjadi panpel kegiatan BRI Peduli Nelayan Sadar Wisata itu.

Bupati Hj Badingah menyambut positif kegiatan tersebut. Ada lebih dari 50 pantai di Gunung Kidul. Tetapi belum banyak yang sudah terkelola dengan baik. "Selama ini kami sudah bekerjasama dengan BRI untuk banyak aktivitas publik. Dan workshop ini menggugah kesadaran warga akan pentingnya membangun dunia pariwisata. Kami punya desa wisata, juga pengrajin, nelayan, dan punya misi untuk mengembangkan pariwisata," ujar Badingah, Bupati Gunung Kidul.

:TERKAIT Menurut dia, pariwisata pantai di Gunung Kidul meningkat dari waktu ke waktu. Peran masyarakat sangat vital untuk, selain upaya membangun infrastruktur, seperti jalan, listrik, telepon seluler, air bersih, dan berbagai kemudahan lain. "Saya usulkan agar jalan dari Wonosari (ibukota Kabupaten Gunung Kidul, red) sampai ke objek-objek wisata itu dinaikkan statusnya menjadi jalan negara. Pasti arus wisatawan akan semakin deras di sana," usul bupati.

Bupati meyakinkan, warganya memiliki kearifan lokal yang berbeda dengan kawasan lain. seperti jiwa gotong royong, setia kawan, bhisa dipercaya, pekerja keras, dan punya keinginan keras untuk maju. Jika aksesibilitas dari dan menuju pantai-pantai itu bagus, dia yakin pertumbuhan ekonomi Gunung Kidul akan semakin pesat. "Sekarang ini masih pantai yang dijadikan objek wisata. Kelak, dalam laut yang bisa dioptimalkan," kata dia.

Badingah juga mengingatkan nelayan dan pedagang kaki lima di kawasan panti itu agar tidak "nuthuk" (memukul, red). Terutama pada sektor jasa dan perdagangan. "Jualan itu yang wajar, normal, jangan gara-gara logat bicaranya, terus dipasang harga mahal? Yang seperti ini langsung merusak image dan citra objek wisatanya."

Sementara itu, Pimpinan Wilayah BRI DIY dan Jawa Tengah Selatan, Triyana menyampaikan pengalamannya sebagai wisatawan. Saat sedang berjalan-jalan di Trunyan, melewati Danau Kintamani, dia merasakan suasana sosial yang tidak welcome. Bukan seperti Bali di Kuta, Sanur, Ubud, Nusa Dua, dan lokasi lain. "Begitu turun dari mobil, sudah dikeroyok pedagang kaki lima. Mereka seperti memaksa, menekan, sgar pengunjung mau beli. Ini sudah mirip preman. ," kata Triyana, yang mengenakan baju BRI Peduli itu.

"Karena itu, travel biro juga tidak mengarahkan wisatawan ke sana. Mereka takut, mengecewakan banyak pihak, sehingga tidak mau datang objek wisata yang lain," kata dia.

Apa yang terjadi? Trunyan dan Kintamani tidak banyak dikunjungi. Orang semakin takut ke sana. Ada perasaan tidak nyaman, tidak aman, terganggu secara fisik dan psikis. "Itu pengalaman yang tidak boleh terjadi di Gunung Kidul. informasi dari mulut ke mulut, sangat cepat dan punya daya rusak tinggi, untuk menghancurkan image," ungkap Triyana.

Karena itu, selain mengejar standar mutu kebersihan, keamanan, ketertiban, juga harus mampu menjaga kenyamanan sosial. "Kami, BRI berkomitmen untuk turut mewujudkan industri kreatif dan pariwisata, entah melalui CSR, maupun bentuk pembiayaan untuk pengembangan UMKM. Kami siap memberikan menyuluhan, mendatangkan ahlinya," kata dia.

Dia pernah punya ide, di Pantai Sadeng yang jumlah tangkapan iklannya besar tidak punya mesin pendingin, agar tidak cepat busuk. Karena itu, terkadang nelayan tidak bisa "jual mahal" karena ikannya membusuk. Agar tidak dimanfaatkan tengkulak, dengan cara membeli murah dalam jumlah yang besar. Karena life time ikan tangkapan dari laut itu tidak lama. "Tapi itu harus ada pengelolanya yang bertanggung jawab dari waktu ke waktu," ucap dia.(bersambung)

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler