Kekecewaan Suburkan Terorisme

Minggu, 09 September 2012 – 01:01 WIB
JAKARTA - Terorisme muncul bukan tanpa sebab. Menurut Peneliti-Gerakan Islam Indonesia, Edy Sudarjat, dulunya motif aksi teror adalah kebencian pada kekuasaan negara asing di Indonesia.

Namun kini motif itu bergeser karena teroris saat ini bahkan menyerang sesama warga Indonesia yang juga sesama umat Muslim, termasuk aparat. Menurutnya, ini timbul karena balas dendam dan kekecewaan melihat banyak ketimpangan sosial terjadi di negara ini.

"Apa yang menyebabkan orang jadi ekstrim? Ini karena kekecewaan anak muda terhadap sistem sosial. Itu terjadi sangat subur. Mereka melihat anggota DPR yang berjamaah masuk penjara, polisi masuk penjara, kejaksaan yang isinya jaksa yang anda tahu sendiri. Belum hakimnya dan tokoh agamanya yang tidak konsisten. Inilah yang menimbulkan kekecewaan orang-orang tersebut," ujar Edy dalam diskusi "Teror Tak Kunjung Usai" di Jakarta Pusat, Sabtu (8/9).

Diduga, mereka juga balas dendam karena melihat teman-teman mereka diperlakukan tidak adil oleh aparat. Orang yang ditangkap dan disebut teroris tidak berhak mencari pengacaranya sendiri, hidup mereka pun terisolir. Berbeda dengan polisi memperlakukan tahanan koruptor.

"Saya pernah ketemu Abu Bakar Baasyir. Saya minta polisi untuk berikan obat kepada dia. Beda dengan koruptor yang masih dikasih obat dan ke rumah sakit. Kalau seperti itu polanya nanti banyak kecewa, melihat perlakuan seperti itu," ujar Saleh Daulay, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah yang juga hadir dalam diskusi itu.

Masyarakat, kata dia, juga harus berhenti menghakimi kelompok tertentu atau umat Islam sebagai akar teroris. Hal itu, menurutnya, hanya akan memperkeruh suasana. Mereka butuh diajak berkomunikasi untuk didengarkan aspirasinya, tak hanya dihakimi.

"Kalau mau dialog, harus coba pahami pikiran mereka. Mereka juga harus diberi ruang. Kalau terus dituduh kan lama-lama akan sakit hati, ini yang menimbulkan dendam. Pikirkan juga situasi di negara ini, kebodohan dan kemiskinan jadi musuh bersama bangsa ini yang harus dipikirkan," tegas Saleh.

Dialog, lanjutnya,  akan membantu meminimalisir pandangan radikal yang berujung anarkis. Masyarakat maupun kelompok radikal harus sama-sama berani membuka diri untuk berdialog.

"Dialog antarumat beragama, duduk bersama mendiskusikan ini. Memanusiakan manusia. Berikan keadilan, itu salah satu caranya,"pungkas Saleh.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SMA Dominasi Pelamar CPNS Kemenkumham

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler