“Masalah tawuran sangat memerihatinkan, karena kejadian ini sudah terlalu lama,” katanya, kepada wartawan, di gedung parlemen, di Jakarta, Rabu (26/9).
Ia menyatakan, kekerasan di kalangan pelajar itu seperti dibiarkan. Nurhayati bercerita, soal putrinya yang dulu pernah mengalami kekerasan di sekolah. Dia menceritakan, putrinya dulu bersekolah di salah satu SMP favorit di Jakarta.
“Dulu anak saya mendapatkan perlakuan yang sama dari kakak kelasnya di SMP. Jadi, anak saya perempuan yang mukul juga perempuan. Dipukulnya pakai hak sepatu. Terus ada lagi mukanya dibeset pakai jangkar. Bayangkan saja betapa sadis,” kenang dia.
Sejak mengetahui kejadian itu, Nurhayati mengingatkan kepada anaknya untuk tidak melakukan aksi balasan kepada adik kelas. Kemudian, ia meminta agar para orang tua pelajar itu dipanggil.
“Tetapi, orang tua anak-anak ini hanya tertawa dan bilang, ‘dulu saya juga begitu’. Jadi, seperti ada pembiaran dari orang tua, oleh guru. Seharusnya ini menjadi perhatian bersama, baik orang tua maupun guru,” imbuhnya.
Nurhayati menyatakan, ketika memasukkan anaknya ke SMA, ia bertemu dengan kepala sekolah meminta jaminan keamanan anak selama di sekolah. “Dan bila dilanggar, saya tuntut kepala sekolahnya,” tegasnya.
Nurhayati mengatakan, kejadian-kejadian kekerasan dan tawuran yang terjadi di dekat sekolah, harusnya menjadi tanggungjawab kepala sekolah. “Iya dong, itukan kejadian dekat sekolah,” tegasnya.
Dia juga menegaskan, kejadian-kejadian tawuran pelajar ini, harusnya juga menjadi tanggungjawab Dinas Pendidikan setempat, pemerintah provinsi DKI Jakarta. “Ini kejadian tidak di semua sekolah. Kalau Mendikbud (bertanggungjawab) kalau itu sudah nasional,” katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pola Pendidikan Dokter Harus Diubah
Redaktur : Tim Redaksi