jpnn.com, MANADO - Kekerasan terhadap perempuan dan anak menempati urutan pertama dalam daftar kasus kekerasan.
Bahkan saat ini Indonesia berada pada darurat kekerasan. Data menujukkan bahwa empat tahun terakhir pada 2014 sampai 2017 ini kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai lebih dari 50 persen dari seluruh kasus kekerasan yang ada.
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Desa Harus Menciptakan Ledakan
Berdasarkan catatan tahun 2017 Komnas Perempuan, ditemukan data ada 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2016.
Terdiri dari 245.548 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama (browsing laman BADILAG), serta 13.602 kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra pengada layanan, tersebar di 34 Provinsi.
BACA JUGA: Fahri Minta Menlu Tak Mudah Percaya Klarifikasi Kedubes AS
Data perkosaan juga menunjukkan sebanyak 135 kasus dan menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah KDRT/personal adalah pacar sebanyak 2.017 orang.
Kekerasan di ranah komunitas mencapai angka 3.092 kasus (22%), di mana kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 2.290 kasus (74%), diikuti kekerasan fisik 490 kasus (16%) dan kekerasan lain di bawah angka 10%; yaitu kekerasan psikis 83 kasus (3%), buruh migran 90 kasus (3%); dan trafiking 139 kasus (4%).
BACA JUGA: Novanto Temui Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri
Jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah perkosaan (1.036 kasus) dan pencabulan (838 kasus).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis di Manado, JUmat (20/10), menyampaikan, bahwa sampai saat ini masih adanya kekosongan hukum yang menjadi celah kriminalisasi dan reviktimisasi (penderitaan, baik secara fisik maupun psikis atau mental berkaitan dengan perbuatan pihak lain).
Lebih lanjut Iskan tegaskan bahwa belum tersedia mekanisme pemulihan dalam makna luas bagi korban.
Juga belum tersedia mekanisme untuk memastikan pelaku tidak mengulangi perbuatannya dan menghapuskan rantai impunitas pelaku.
"Sehingga pembentukan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini perlu segera hadir untuk menjawab berbagai persoalan yuridiis dimana sejumlah peraturan perundang-undangan yang tersedia dirasakan belum sepenuhnya mampu merespons fakta kekerasan seksual yang ditemukan," ungkapnya.
Politisi PKS ini juga berharap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini harus bisa menjadi solusi atas permasalahan kekerasan seksual yang terjadi saat ini dan ke depannya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setya Novanto Silaturahmi dengan Pengasuh Ponpes Sidogiri
Redaktur : Tim Redaksi